Rabu, 04 Juli 2012

Kau, aku dan sepucuk angpau merah.



Penulis : Tere Liye
Penerbit : Gramedia pustaka utama.
Genre    : Romance.
Jumlah Halaman : 512 halaman.
ISBN    : 978-979-22-7913-9.


Karya yang menggambarkan lokalitas salah satu sudut indonesia, detail dan mempesona dalam menceritakan pada pembaca, bagaimana itu kehidupan yang  berdenyut di sepanjang tepian sungai kapuas, Pontianak.

Sosok utama yang dieksplorasi habis-habisan oleh penulisnya adalah Borno, yang pada salah satu halamannya dituliskan sebagai 'anak muda paling baik hati sepanjang tepian kapuas'.

Borno, salah satu dari sekian jumlah pengemudi sepit yang memulai kisah cinta dengan salah satu penumpangnya di dermaga. Kisah yang berawal dari sepucuk angpau merah yang tertinggal di dasar kapal. Amplop kecil berwarna merah yang biasanya dibagikan pada saat imlek itu pada mulanya hanya terkesan sebagai pemanis kisah awal bertemunya Borno dengan Mei. Namun ternyata tidak.


Kisah berjalan runut diselingi humor-humor yang natural yang segar. Pun petikan hikmah terselip rapi tanpa memaksa pembaca menganggapnya sebagai buku yang sedang 'ceramah'. Berkali-kali kita akan dibuat tersenyum-senyum geli melihat tingkah sipemalu, Borno yang sedang berusaha mengukir kisah cintanya, tak hanya tersenyum geli namun terkadang menggigit bibir merasa iri melihat cara-cara konyol namun polos dan tulus yang dilakukan Borno. Seperti saat ia selalu berusaha memastikan sepitnya berada pada antrian nomer tiga belas demi bisa bertemu dengan si gadis sendu menawan yang selalu ia tunggu, Hanya untuk beberapa menit berbincang bersama sembari mengantarkan si gadis menyeberang kapuas.

Namun ada apa dengan Mei? setelah rajutan hampir menuju muara, tiba-tiba Mei berubah, meninggalkan jejak permintaan penjelasan dari Borno.
"Lebih baik kita tidak bertemu lagi".
"Kenapa?", "kenapa?", dan "kenapa". tanya terus diulang-ulang tanpa bosan. Dan tanpa mampu menutup buku untuk membuka kesempatan baru sebagaimana yang disarankan orang-orang.

Dan, akhirnya pertanyaan itu terjawab pada epilog cerita. Pada sebuah benda yang awalnya hanya tampak sebagai pemanis kisah belaka. Namun ternyata 'dia'lah inti dari seluruh cerita...-sepucuk angpau merah-.
***


2 komentar:

  1. unsur lokalitas di novel ini memang kuat. settingnya ga biasa, hehe. jadi keren ceritanya. ^^
    makasih reviewnya, mba binta :D

    BalasHapus

Komentar kamu adalah penyambung silaturrahmi kita, maka jangan ragu meninggalkan jejak :)

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...