Kamis, 13 Januari 2011

Bismillahirrohmaanirrohiim...


JANGAN PERNAH BERHENTI BERMIMPI


Dulu, aku sempat mengubur mimpi. Mimpi untuk mencetak diri sebagai penari pena. Mewartakan segala yang pernah kubaca pada semesta.

Tahun pertama berumah tangga. Menyandang gelar baru sebagai Ibu. Aku harus merelakan komputer kesayanganku untuk dijual. Komputer yang baru saja terbeli beberapa bulan sebelum pernikahanku. Demi mempersiapkan masa depan buah hati, kami mencoba peluang usaha dalam peternakan ayam negri. Namun malang nasib, pada masa itu tiba-tiba boming berita nasional tentang wabah virus flu burung yang membuat harga daging ayam jatuh telak. Sehingga imbasnya modal yang kami tanam melayang. Komputerku terbang dan tak tau entah kapan bisa kembali pulang.
Ya.. sudahlah. Ikhtiar demi kepulan asap dapur lebih penting dari pada memikirkan komputer. Sekalian saja aku harus melupakan mimpi-mimpi hari kemarin. Fokus mengurus anak dan keluarga, rumusan akhir yang kubuat untuk menuntaskan kenyataan yang terpajang.

Namun ternyata tak semudah itu. Karena setiap kali aku melihat pena dan secarik kertas, rinduku tak bisa dibendung. Berbagai ide dan kata hati berontak untuk ditumpahkan. Maka dari pada ditahan dan jadi –bisul- maka aku kembali menulis sekedarnya.

Ditambah lagi, beberapa waktu kemudian. Aku dikejutkan oleh kabar baru dari pesantren tempatku dulu menuntut ilmu. Beberapa karya yang dulu pernah kuhibahkan pada redaksi majalah smester-an telah dibukukan dalam antologi santri dan alumni. Buku pertama terbitan intern pesantren dengan target konsumen tak kurang dari 5000 santri. Belum termasuk alumni dan keluarga santri.

Seperti sebuah pemantik yang memaksaku kembali merajut mimpi. Maka dengan menata semangat aku kembali serius menulis. Dengan pena... ya hanya dengan pena. Tanpa komputer dan kesempatan untuk duduk berlama-lama di warnet (Full day menjaga anak tanpa baby sister dan bantuan dari orang tua. nggak mungkin kan ngetik sambil gendong anak.. hehe..). aku menulis dan menyimpannya di lemari. Tak peduli mau dibawa kemana nanti lembaran-lembaran itu.

Dan permintaan dari pesantren untuk antologi ke 2 dan ke 3, semuanya aku kirimkan berupa tulisan tangan. Semuanya terbit laksana minyak yang membuat obor mimpiku semakin menyala terang.

Bahkan antologi pertama dicetak ulang oleh penerbit yang berani mengedarkan di luar gerbang pesantren. bagiku itu sungguh keajaiban...

Akhir tahun 2009 aku berkenalan dengan facebook. Jejaring sosial yang bisa di akses lewat HP. Dari sana banyak sekali kutemukan info lomba dan peluang menulis. Seiring semangatku yang kian terbakar, ada sedih yang menggumpal. Mengejar mimpi lewat jalur ini sungguh butuh modal. Komputer oh komputer.... entah kenapa aku jatuh lagi. merasa diri terkunci dalam gua pengap dan berdebu. Ibu rumah tangga kampung yang pengangguran. Bisa apa coba..??

Beruntung aku punya suami yang baik dan Allah SWT yang maha baik. Arisan kampung yang kami ikuti bertahun-tahun tiba-tiba jatuh pada giliranku. Maka, sebuah lepie mungil beserta modem diberikan padaku sebagai pengganti komputer yang hilang. Sungguh tak terkata lagi apa warna bahagia...

Kelanjutannya,.. aku semakin fokus menulis, menulis dan menulis. Ikut berbagai lomba dan audisi menulis. Tak terhuitung berapa kali aku gagal dan tidak lolos (karena terlalu seringnya..) Namun nyata akhirnya ada beberapa buku yang akhirnya lahir. Diantaranya adalah : 100 kisah menghangatkan hati, yang diterbitkan oleh perusahaan teh setelah menggelar kompetisi menulis tentang komunikasi suami istri. Antologi festival bulan purnama majapahit (dewan kesenian mojokerto). Antologi hujan sunyi banaspati (dewan kesenian jombang). Antologi charnity for indonesia –hapuslah airmatamu-. Antologi selaksa makna cinta (pustaka puistika-untuk sahabat). Antologi puisi tiga biru segi (hasfa publisher). Antologi puisi munajat sesayat do’a (Forum tinta dakwah FLP riau).

Dan seiring waktu, pak pos mulai hafal dengan alamat rumahku. Karena sering mengantar paketan hadiah-hadiah dari menang lomba menulis. Ada yang berupa buku, paket kosmetik sampai sepeda gunung.

2010 benar-benar tahun yang manis. Mimpi perlahan namun pasti berjalan menuju nyata. Sehingga aku tak ragu lagi untuk bermimpi lebih tinggi dalam target tahun-tahun kedepan. 2011 harus lebih baik, menulis lebih banyak dan lebih bermanfaat.

Menulis tentang pesantren adalah impian yang aku tandai dengan stabilo tebal. Sebagai refleksi cintaku pada sebuah tempat yang telah memberiku bekal indah dalam perjalanan menempuh kehidupan. Disamping harapan untuk berhasil menyelasaikan sebuah novel, buku solo,... dan banyak lagi yang tak bisa disebutkan satu persatu. Semoga...

Sedikit opini,..
Sesungguhnya aku menulis bukan karena ingin abadi dan dikenang oleh makhluk bumi. Simple saja, menulis adalah kebahagiaanku. Hanya berharap bisa menjadi amal yang tak putus sesudah maut menjemput. Dan bagiku menulis itu seperti berbicara. Ada rambu-rambu yang kupasang dan berusaha kupatuhi yaitu... menulis yang manfaat atau diam !!.

Semua berawal dari mimpi. Bermimpi disaat mata terjaga (catat !.. mimpi saat mata terpejam namanya kembang tidur). Mimpi yang mengeksplorasi alam bawah sadar untuk memacu energi, kekuatan fisik dan jiwa. Maka jangan pernah berhenti bermimpi. Sesungguhnya orang yang tak bisa bermimpi sejatinya ia sudah mati.

*** *** ***


Bint@ alMamBa
9 januari 2011

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...