Rabu, 29 Agustus 2012

Serial TV tentang para sahabat Nabi -OMAR- ternyata diperdebatkan.

Ramadhan tak lagi berkemas-kemas untuk pergi. Namun dia sudah nyata meninggalkan kita semua. Aktifitas saya selama puasa sudah pasti berganti, termasuk menonton TV sembari makan sahur. Melihat MNC TV yang menayangkan serial yang menceritakan kehidupan pada masa Nabi Muhammad SAW dan para khalifah pengganti beliau. Serial tersebut berjudul Omar. Diambil dari nama khalifah ke 2 setelah Sayyidina Abu bakar RA. Khalifah yang terkenal keras dan tegas kepada orang-orang yang dhalim namun lembut hati kepada orang-orang mukmin yang berada dalam perlindungannya. Sehingga beliau mendapat julukan sebagai pemisah antara yang hak dan bathil, beliau juga khalifah pertama yang dipanggil dengan sebutan Amirul Mukminin.

Beberapa hari pertama pada Awal Ramadhan saya belum begitu tertarik melihat serial tersebut. Entahlah, saya merasa agak sombong. Kisah tentang Sahabat Umar Ibnu Khattab tersebut sudah sering diajarkan di sekolah, di tempat ngaji, pun berulang kali saya baca di buku-buku sejarah, hadits dan lain-lain. Kisah-kisah seputar Umar pun banyak menjadi nukilan mau'idhoh hasanah para da'i dan Ustadz di atas mimbar dakwah. Saya lebih suka sahur menghadap meja makan tanpa menonton TV karena pilihan acaranya cenderung itu-itu saja. Komedi yang tidak mendidik yang terkadang menjadikan ajaran agama sebagai bahan lawakan membuat saya menjadikan acara-acara live komedi pada ramadhan menjadi urutan pertama yang paling saya hindari. Kemudian ada juga sih sinetron yang digarap aktor kawakan yang pada kemunculan pertamanya pernah saya lihat dan lumayan bagus juga inspiratif, namun karena setiap tahun ditambah terus lanjutannya hingga berulang-ulang, terus terang saya bosan. Ada juga acara kajian doktor Quraisy Syihab yang nyata-nyata bagus, mendidik dan bergizi religi tapi jujur saja sembari makan dan mata agak ngantuk kok saya malas melihatnya hehe..

Suami saya yang suka film action dan silat itu sangat menyukai serial Omar dan menontonnya sejak episode pertama. Lama kelamaan setelah saya ikutan nonton (awalnya sekedar menemani tanpa antusias sama sekali) ternyata menarik sekali penggarapan film tersebut, penggambaran seting negeri arab pada masa lalu benar-benar berasa hidup dan nyata. Saya mulai menonton ketika episode Umar mulai memeluk islam dan dengan gempita Beliau mengetuk pintu penduduk kota Mekah memberitahukan kabar keislamannya. Dia yang ketika jahiliyyah adalah yang paling keras penolakannya itu ketika menjadi muslim merupakan pukulan telak bagi kaum kafir quraisy. Orang-orang yang membuka pintu dan mendapati berita baru tersebut sama mendengus sangat kesal dan kecewa.

Cinta, yang berawal dari terpaksa.

Saya menyukai dan mencintai batik. Terutama yang jenis sarung batik. Meskipun pada awalnya kemunculan rasa cinta itu berawal dari sebuah keterpaksaan.

Ceritanya begini....
Dulunya kan saya pernah hidup di pesantren salaf (pesantren Langitan Widang Tuban). Pesantren kuno yang menerapkan aturan wajib memakai fashion sarung dalam keseharian. Wajib disana bukan karena mewajibkan seperti dalam hukum Fiqih lho.. bukan banget. Wajib hanya sebatas peraturan dari pengasuh yang ingin mengikuti jejak kebiasaan berpakaian ulama'-ulama' dan orang sholeh di masa lalu. (Jadi semoga teman yang membaca tidak menjudge macam-macam tetang pesantren tersebut.. pesantren kenangan selalu membekas di hati lhooo..).
Untuk santriwan dan santriwati tentu saja beda jenis sarungnya. Untuk laki-laki lebih dominan corak kotak-kotak dan garis-garis, sementara untuk perempuan kebanyakan adalah sarung motif batik. batiknya pun lebih beragam corak dan motifnya.

Pada awalnya saya merasa dongkol banget dengan peraturan tersebut. Kenapa harus sarung? pakaian rok, qamis dan celana panjang itu kan juga menutup aurot. Protes itu hanya berdengung dalam hati hehe.. namun saya tetap mengikuti aturan yang ada, saya bukan tipe pemberani yang suka lantang memprotes untuk merombak tradisi yang tak sesuai dengan diri sendiri, karena logisnya mungkin ke-belum mengreti-an saya lah akan maksud tujuan tradisi atau aturan tersebut ditetapkan. Jadi kami di pesantren boleh mengenakan bawahan selain batik hanya ketika sekolah (memakai meksi alias sepan yang panjang sampe mata kaki), dan ketika pulang ke rumah boleh memakai rok panjang.

Rabu, 15 Agustus 2012

Zakat, kupon dan antri...

Ingin mencurahkan hati, betapa seriusnya ketidaksukaan saya dengan fenomena pembagian zakat dengan cara membagikan kupon kepada mustahiqnya. Orang-orang yang berhak menerimanya harus berjajar antri, tak jarang juga berdesakan demi menjemput haknya.

Pada Ramadhan kali ini, sudah beberapa kali saya melihat fenomena seperti itu diberitakan di layar kaca. Tahu nggak sih, berdesakan antri itu sangat melelahkan dan menjengkelkan? Apalagi jika sampai ada yang mati. Ya Allah, nyesek sekali melihat dan mendengarnya.

Zakat itu apa sih? bukankan zakat adalah mengeluarkan sebagian harta kita untuk tujuan menyucikan, membersihkan harta kita. Dalam harta yang sudah mencapai nishob itu dipastikan ada hak-hak fakir miskin. Jika tidak dikeluarkan maka seluruh harta akan menjadi harta yang kotor, yang akan menyengsarakan pemiliknya kelak di akhirat.
Sesungguhnya orang yang berkelebihan harta itu membutuhkan mustahiq untuk membersihkan hartanya. sangat tidak pantas ketika ia merasa sudah membantu orang miskin, dan seenaknya menyuruh mereka menjemput haknya dengan perjuangan yang melelahkan.

Iya, benar mereka para mustahiq adalah orang yang benar-benar butuh. Sehingga akan melakukan apapun demi sesuatu yang gratis yang akan didapat jika mau antri dan berdesakan bahkan kepanasan. Namun terkadang kalau direnungkan kembali betapa tak sebanding rupiah yang dibagikan dengan harga diri yang diambil dan kepayahan dari para mustahiq itu (berapa nominalnya? biasanya berkisar 20-50ribu perorang, atau sembako jika dicairkan uang juga tak jauh dari angka itu).



Zaman khalifah dulu kalau membagikan sesuatu langsung mendatangi pada penerimanya. Mungkin zaman sekarang tidak mungkin mencontoh cara seperti itu. Karena daftar mustahiqnya terlalu banyak sehingga pasti capek.

Minggu, 12 Agustus 2012

Membuat kerupuk puli dari sisa nasi.



Tradisi yang melahirkan tradisi.....

Langsung saja ya ceritanya dimulai^^ (emangnya apdet postingan mau ngapain buuu..?).
Sepuluh hari terakhir bulan ramadhan begini, kalau di tempat tinggalku ada sebuah tradisi yang sudah mengakar dan susah sekali hilang. Apakah gerangan?

Maleman, adalah tradisi bagi-bagi makanan ke tetangga kiri kanan, dan juga sanak kerabat. Tradisi ini berawal dikarenakan iming-iming pahala yang indah buat siapa saja yang mau memberi makanan orang lain untuk berbuka puasa. Dan iming-iming lain yang tak kalah indahnya, yaitu jika dilakukan bertepatan saat Lailatul qadar maka pahalanya akan berlipat kali seperti beramal dalam seribu bulan.

Nah, itulah sebabnya pada sepuluh hari terakhir begini banyak sekali nasi kotak atau rantang-rantang berisi nasi yang bersliweran di jalan-jalan. Hilir mudik anak-anak yang mengantarkan ke tempat tujuan.

Akibatnya? tentu saja menjadi sangat banyak nasi dan sangat banyak lauk di meja makan kami ketika tepat tanggal ganjil (beberapa ulama' mengatakan kalau lailatul qadar lebih mungkin tiba saat tanggal ganjil -karena Allah menyukai perkara yang ganjil-sehingga orang-orang banyak yang menepatkan antar-antar memberi makanan pada tanggal ganjil). hohoho.. kadang sampe numpuk 3 atau 4 nasi kotak atau rantang. MasyaAllah... sudah begitu, di musholla atau masjid seusai tarawih juga ada ambeng (semacam tumpeng namun nasinya nggak bentuk kerucut, nasi datar di bawah trus lauknya ditata di atas.) yang dibagi-bagi kemudian juga dibawa pulang.

Dan sebagai ibu harus kreatif menyikapi fenomena tersebut. Nasi yang membanjir itu harus diolah ulang menjadi makanan lain agar tidak terbuang percuma. Ada sih yang dikasihkan ke ayam, tapi kalau aku pribadi kok nggak tega ya. Ngebayangin kalau aku yang ngasih trus nggak dimakan orangnya tapi dimakan ayam rasanya pasti nelangsa... hiks. Dan mungkin karena banyaknya pikiran orang yang sama denganku sehingga melahirkan tradisi baru yaitu : membuat krupuk puli alias kerupuk yang berasal dari sisa nasi. di beberapa daerah lain ada yang menyebutnya dengan kerupuk gendar (bener nggak sih? kayaknya teman2 fesbuk kemarin ada yang cerita kayak gitu sih hehe..)

Sejak hidup menjadi ibu-ibu dan mengurus rumah tangga sendiri, aku juga selalu ikut-ikutan membuat puli ketika sepuluh hari terakhir ramadhan. Ikut menjalani tradisi yang terlahir karena tradisi juga. Hmmm...

Senin, 06 Agustus 2012

Tak ada mudik dan tak ada opor ayam.



Hari raya idul fitri selalu dinanti. Setelah berjibaku dengan puasa selama sebulan penuh tentu saja semua menyambutnya dengan suka cita. Suka cita karena telah berakhir masa berlapar-lapar ataukah merasa diri sudah menjadi pemenang? Entahlah. Meskipun itu adalah dua alasan yang pasti kurang bagus, hanya hati masing-masing lah yang tahu jawaban sejatinya.

Idul fitri juga hampir selalu diramaikan dengan fenomena mudik, ketupat dan opor ayam. Di layar kaca yang sering kulihat selalu diberitakan tentang arus mudik orang kota yang kembali ke desanya masing-masing. Kemacetan dan hiruk pikuk perjuangan para pemudik selalu menjadi bahan berita yang sukses dibidik wartawan penjual berita. Belum lagi tragedi-tragedi kecelakaan yang mengiringinya. Duuuuh, Miris sekali melihatnya.

Namun lain ladang lain belalang. Beda sekali tradisi dan semaraknya idul fitri di kampungku (ala keluarga kecilku). Yang kebetulan aku tidak pernah merasakan yang namanya mudik. Lha hidupnya saja sudah di kampung mau mudik kemana lagi? masa ke hutan.. hehe. Istilah mudik kalau tidak salah artinya adalah orang-orang di kota yang pergi balik ke kampung halamannya. Menuju –udik- atau kampung. Dalam kenyataannya kadang ada juga sih orang yang juga tinggal di kampung tapi bilangnya mudik ke daerah lain yang sama-sama kampung juga. Atau orang yang tinggal di kota tapi mudik ke daerah asalnya yang juga perkotaan.

Lomba blog : BANTU INDONESIA

BANTU INDONESIA

Marimembantu.org mengajak Anda ikut serta mereview di blog Anda tentang mudahnya berbagi secara online.
Kami memberikan penghargaan kepada Anda berupa uang tunai atas kualitas artikel review Anda.
Kriteria Penilaian:

Sabtu, 04 Agustus 2012

[Because its me] Embun dan langit.

Selain embun, aku juga menyukai langit. Maha karya alam yang tak terbantahkan keindahan dan juga filosofi-filosofi yang terkandung di dalamnya.

Melihat embun, aku merasakan motivasi dalam memulai hari. Warna beningnya selalu mengabarkan kesejukan dan menyampaikan bahwa hari ini semua akan berjalan baik-baik saja selama aku menetapi koridor yang telah dibataskan oleh sang Pencipta semesta.

Sementara ketika melihat langit ketika cerah, dengan perpaduan warna biru dan putihnya selalu menampilkan kedamaian. Juga mengajarkan kesederhanaan. Langit selalu mengingatkan saya akan kata bijak, bahwa diatas langit selalu masih ada langit. Apapun yang telah tercapai jangan pernah membuat diri merasa sudah melangit.

I am just ordinary.
Aku seorang yang nggak suka neko-neko[1] meskipun terkadang juga ngoyo[2] ketika ingin mendapatkan sesuatu yang diimpikan. Alur hidup yang dijatahkan Tuhan padaku biasa-biasa saja, tak ada lompatan dramatis yang menjadi warna alur terasa berbeda. Simak saja!... dulu saat remaja, aku pernah membayangkan, mungkin saja aku nanti berjodoh dengan laki-laki yang berasal dari suku dan pulau yang lain. Pastinya sesudah menikah akan terasa sekali berbedanya. Dan ternyata, yang terjadi sekarang adalah aku bersuamikan orang sini-sini juga, tetangga kecamatan yang jarak tempuhnya nggak sampai tiga puluh menit jika naik sepeda motor. Kemudian tak berselang lama setelah menikah, orang tua membelikan rumah di dekat-dekat sini juga, lokasi beda RT namun masih sekampung. Kegiatanku dan suami juga tak berhubungan dengan hal yang mengharuskan kami pindah-pindah tempat tinggal. Yah, lengkap sudah, tak mungkin lagi aku bisa merasakan tinggal atau sejenak mengetahui dari dekat akan tempat-tempat lain selain tempatku menetap (kecuali mungkin jika kelebihan uang kemudian bisa pesiar keliling indonesia atau dunia^^).



Kamis, 02 Agustus 2012

Kontes menulis berhadiah Weekend Hangat ke Bali Bersama Pasangan

 Sumber : http://www.femina.co.id/
 
Dear sahabat Femina,
Femina bekerjasama dengan SariWangi mengadakan acara:

...
"Yuk, Ikut! Weekend Hangat ke Bali Bersama Pasangan"
29 – 30 September 2012

Sibuk, sibuk, sibuk. “Mana sempat berduaan?”
Wah padahal sesibuk apapun, Anda berdua tetap harus punya waktu bersama. Menghabiskan weekend hangat berdua pasti akan membuat Anda jatuh cinta lagi!

10 pasang pemenang masing-masing mendapatkan:*)

Tahu mendoan.

Biasanya kan tempe yang dijadikan mendoan. Hmm.. untuk variasi tadi sore saya jadikan tahu sebagai mendoan. Enak juga sih :)

Caranya : Rabus tahu bersama air dan ulekan garam plus bawang. Setelah itu diangkat, didinginkan dan diris tipis-tipis. Bikin bumbu mendoannya seperti biasa. kalau saya sih ya standar saja... Bawang putih, kunyit, ketumbar, daun jeruk purut, kemiri dan garam. Komposisinya? hihi pake feeling ajah :D
Bumbu diulek kemudian dicampur terigu dan tepung beras. Komposisinya fivety fivety..(separuh separuh). Dikasih air hingga kekentalannya pas. Celup celupin tahu dan goreeeeng.

Siap dimaeeeem..
Kalau tadi sih saya jodohkan sama urap-urap ontong pisang. Wih, enak :)






LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...