Ramadhan tak lagi berkemas-kemas untuk pergi. Namun dia sudah nyata meninggalkan kita semua. Aktifitas saya selama puasa sudah pasti berganti, termasuk menonton TV sembari makan sahur. Melihat MNC TV yang menayangkan serial yang menceritakan kehidupan pada masa Nabi Muhammad SAW dan para khalifah pengganti beliau. Serial tersebut berjudul Omar. Diambil dari nama khalifah ke 2 setelah Sayyidina Abu bakar RA. Khalifah yang terkenal keras dan tegas kepada orang-orang yang dhalim namun lembut hati kepada orang-orang mukmin yang berada dalam perlindungannya. Sehingga beliau mendapat julukan sebagai pemisah antara yang hak dan bathil, beliau juga khalifah pertama yang dipanggil dengan sebutan Amirul Mukminin.
Beberapa hari pertama pada Awal Ramadhan saya belum begitu tertarik melihat serial tersebut. Entahlah, saya merasa agak sombong. Kisah tentang Sahabat Umar Ibnu Khattab tersebut sudah sering diajarkan di sekolah, di tempat ngaji, pun berulang kali saya baca di buku-buku sejarah, hadits dan lain-lain. Kisah-kisah seputar Umar pun banyak menjadi nukilan mau'idhoh hasanah para da'i dan Ustadz di atas mimbar dakwah. Saya lebih suka sahur menghadap meja makan tanpa menonton TV karena pilihan acaranya cenderung itu-itu saja. Komedi yang tidak mendidik yang terkadang menjadikan ajaran agama sebagai bahan lawakan membuat saya menjadikan acara-acara live komedi pada ramadhan menjadi urutan pertama yang paling saya hindari. Kemudian ada juga sih sinetron yang digarap aktor kawakan yang pada kemunculan pertamanya pernah saya lihat dan lumayan bagus juga inspiratif, namun karena setiap tahun ditambah terus lanjutannya hingga berulang-ulang, terus terang saya bosan. Ada juga acara kajian doktor Quraisy Syihab yang nyata-nyata bagus, mendidik dan bergizi religi tapi jujur saja sembari makan dan mata agak ngantuk kok saya malas melihatnya hehe..
Suami saya yang suka film action dan silat itu sangat menyukai serial Omar dan menontonnya sejak episode pertama. Lama kelamaan setelah saya ikutan nonton (awalnya sekedar menemani tanpa antusias sama sekali) ternyata menarik sekali penggarapan film tersebut, penggambaran seting negeri arab pada masa lalu benar-benar berasa hidup dan nyata. Saya mulai menonton ketika episode Umar mulai memeluk islam dan dengan gempita Beliau mengetuk pintu penduduk kota Mekah memberitahukan kabar keislamannya. Dia yang ketika jahiliyyah adalah yang paling keras penolakannya itu ketika menjadi muslim merupakan pukulan telak bagi kaum kafir quraisy. Orang-orang yang membuka pintu dan mendapati berita baru tersebut sama mendengus sangat kesal dan kecewa.
Berlanjut dengan kisah hijrah Nabi Muhammad ke kota Madinah. Juga beberapa peperangan yang tercatat dalam sejarah seperti perang badar, perang uhud, perang khondaq dan lain-lain hingga perjanjian hudaibiyyah dan peristiwa fathu makkah semua dikisahkan secara runut dan bagus. Sesuatu yang dulu hanya bisa dibayangkan dalam imajinasi ketika dikisahkan guru-guru ngaji kini bisa dilihat versi visualnya, yang meskipun Wallahu a'lam apakah benar kedetailan tersebut cocok 100% dengan kejadian sebenarnya, namun paling tidak film yang mengangkat tema sejarah yang penting bagi sebuah agama pastilah sesudah melalui riset yang mendalam dan juga izin terhadap pihak-pihak tertentu. Hmm.. itu sih perkiraan saya pribadi.
Tokoh sahabat Umar benar-benar pas diperankan oleh aktor yang perperawakan tegas dan keras. Begitu juga dengan Sahabat Abu bakar Asshiddiq yang lembut dan bijaksana. Akting pemain-pemain yang lain pun benar-benar bisa menjiwai. Saya ikut menangis ketika melihat episode perang Uhud dan terbunuhnya Sahabat Hamzah (paman nabi Muhammad SAW). Saya juga ikut merasa haru bercampur suka cita saat menyaksikan episode fathu Makkah, ketika umat islam yang dulunya berjumlah sedikit dan selalu ditindas oleh kaum kafir Quraisy kemudian menjadi sangat banyak sehingga bisa kembali pulang ke kampung halamannya dengan dada membusung dan penuh kebanggaan tanpa ada lagi rasa takut akan penindasan.
Episode demi episode tetap berlanjut mengiringi Ramadhan, berlanjut mengisahkan keadaan umat islam sepeninggal Rasulullah, zaman pemerintahan Sahabat Abu bakar. Kesemuanya masih menampilkan Umar sebagai tokoh utama, diceritakan dalam porsi yang tidak berlebihan sesuai dengan fakta sejarahnya (dalam artian tidak nampak lebay menampakkan satu figur sebagai satu-satunya hero dalam keseluruhan cerita). Melewati pertengahan saya semakin suka dan antusias menontonnya. Sungguh ternyata saya salah. Banyak sekali beberapa bagian kisah sahabat Umar dan beberapa Sahabat lain yang belum saya ketahui. Malu sekali saya dengan kesombongan kemarin, ternyata yang saya tahu amatlah masih sedikit.
Diantara kisah yang saya baru tahu adalah :
-Kisah sahabat Abu Jandal dan kakaknya Abdullah yang harus dirantai oleh ayahnya dan dilarang ikut Hijrah ke Madinah. Mengharukan sekali saat pada akhirnya sang ayah masuk islam ketika peristiwa Fathu Makkah dan pada kelanjutannya menjadi penguat barisan muslim yang tangguh.
-Kisah Wahsyi, si pembunuh paman Nabi. Ternyata ia adalah orang yang sama yang ketika sudah masuk islam berhasil membunuh Musailamah alkadzdzab (nabi palsu) di dalam perang Yamamah.
-Kisah Khalifah Umar yang didebat seorang perempuan mengenai mas kawin. Ketika itu beliau dicurhati seorang laki-laki yang merasa berat untuk menikah dikarenakan mahalnya mas kawin. Sehingga ketika berada dalam diskusi beliau menyarankan untuk menentukan jumlah mas kawin, jika melebihi ketentuan maka akan diambil dan diserahkan baitul mal. Seorang perempuan mendebatnya dengan mengatakan bahwa Mas kawin adalah hak perempuan, dan tidak boleh diambil siapapun termasuk oleh negara. Meskipun di hadapan orang banyak beliau mengaku salah dan perempuan itu benar (karena memang termaktub dalam kitab suci Alqur'an). Namun beliau tetap menyarankan bahwa mempermudah urusan orang mukmin itu lebih baik karena Allah akan balas memudahkan urusannya.
-Kisah Khalifah Umar yang terisak menyesal dikarenakan melihat seorang bayi menangis saat disapih, padahal bayi itu masih berusia enam bulan. Ketika ditanyakan kenapa belum 2 tahun sudah disapih? sang ibu menjawab "Amirul Mukminin hanya memberikan subsidi pada bayi yang sudah disapih". Setelah kejadian itu beliau beristighfar dan mengubah peraturan subsidi menyeluruh kepada semua bayi yang lahir.
Selain kisah-kisah di atas banyak sekali tauladan dari kisah Sahabat Umar dan Sahabat-sahabat yang lain. Sungguh bisa membangkitkan rasa malu pada diri kita yang menjadi muslim di zaman modern ini dengan keislaman yang jauuuh sekali dengan mereka. Secara halus menyemangati kita untuk meneladani uswah dari visualisasi para sahabat nabi tersebut.
Namun baru-baru ini saya membaca sebuah berita di webnya VOA bahwa serial tersebut ternyata diperdebatkan. Ada perbedaan pendapat di wilayah Arab dengan menantang keyakinan luas
bahwa tokoh-tokoh Islam yang sentral tidak dapat digambarkan oleh
aktor. Duuuh, seingat saya sih yang tidak boleh digambarkan fisiknya itu hanya para Nabi (jangan dijadikan rujukan ucapan/ tulisan saya ini, sungguh pengetahuan saya masih sedikit..)
Beberapa ulama' mengecam serial yang diputar selama bulan Ramadan, atau bulan tersibuk
dalam hal drama televisi. Para akademisi melihat tren yang tidak
diinginkan dalam pemograman televisi, sementara menteri luar negeri Uni
Emirat Arab secara terang-terangan menolak menontonnya.
Masih dalam jabaran berita VOA yang berjudul -Serial TV Ramadan Picu Perdebatan di Wilayah Arab- yang ditayangkan pada Rabu, 29 Agustus 2012 Waktu Washington, DC: 11:4...
Dalam sejarahnya, cendekiawan Muslim tidak menyarankan penggambaran
tokoh-tokoh yang dihormati dalam karya seni, dan beberapa diantaranya
mengatakan bahwa itu dilarang karena dapat menyesatkan atau mendorong
pada pemujaan. Itulah sebabnya mengapa mesjid dihiasi pola geometrik
atau tumbuh-tumbuhan, bukannya gambar manusia atau binatang.
Meski beberapa sahabat Nabi telah digambarkan dalam film, produksinya
sebagian besar dilakukan oleh kelompok Syiah. Serial Omar ini diyakini
sebagai drama pertama yang menggambarkan keempat khalifah yang
diproduksi oleh kelompok Sunni, yang merupakan mayoritas di daerah
Teluk dan Afrika Selatan dan secara historis menolak penggambaran
tokoh-tokoh tersebut.
Kesimpulan saya setelah membaca uraian berita VOA tersebut, bahwa ulama'-ulama' yang melarang penayangan serial Omar itu mengkhawatirkan reputasi para khalifah itu dapat tercemar adalah karaena sikap kehati-hatian mereka. Karena di dalam film lain para aktor tersebut bisa berperan menjadi tokoh yang berbeda (kadang-kadang antagonis) sementara citranya sudah terlanjur lekat dengan tokoh khalifah.
Saya tidak ingin menyatakan bahwa pendapat Ulama'-ulama' itu ekstrim. Perbedaan pendapat di kalangan ulama sejak dulu sudah ada. Sungguh kita (khususnya saya) masih jauh dari kapasitas keilmuan agama para ulama'-ulama' tersebut. Jika menghadapi perbedaan pada kalangan ulama yang mencuat seyogyanya jangan sampai ikut mencerca atau menghujat salah satunya. Bukankah dengan perbedaan itu kita bisa memilih mana yang sesuai dengan kondisi kemampuan kita tanpa mengharamkan dan menghina pendapat yang lain.
Saya pribadi ikut pendapat yang membolehkan dengan alasan adanya berbagai manfaat yang didapat setelah menonton. Dibandingkan melihat tayangan lain yang lebih tidak mendidik dan menyesatkan lebih baik menonton namun tetap cerdas dengan tidak mencitrakan aktor tersebut sebagai khalifah atau tokoh-tokoh yang dihormati. InsyaAllah zaman sekarang mayoritas penonton sudah faham kalau aktor itu hanya berakting. Namun saya juga tetap menghormati pendapat ulama' yang melarang, toh memang semua itu hanya karya seni buatan manusia yang pasti ada beberapa bagian yang salah dan jauh dari kata sempurna. Dan menonton tayangan mendidik pun jika bersamaan dengan waktu sholat kemudian menjadikan sholatnya telat tetap saja bukan sesuatu yang baik.
Hingga saat ini yang paling terkesan di hati saya adalah ketika mengingat satu adegan dalam serial Omar. Yaitu saat islam sudah menyebar hingga ke negara romawi. Pertama kalinya rombongan Khalifah tiba disana, penduduk sama berbisik penasaran "Yang mana khalifahnya?".. yang lain menjawab "Aku juga tidak tahu, tak ada seorangpun yang penampilannya tampak seperti raja".. SubhanaAllah. Andaikata wakil rakyat sama menonton dan meneladani politik dan pemerintahan zaman sahabat Nabi, sungguh betapa indahnyaaa Indonesia...
Pada akhirnya... saran saya. Tetaplah menjadi penonton yang cerdas. Ambil uswah yang bermanfaat dan tetap hormati para ulama'.
***
Tulisan ini diikutkan dalam Lomba VOA infonya DISINI.
Tulisan mba binta kepotong apa hape saya yg lagi eror ya?
BalasHapushehe masih diedit dirampungkan mbak.. tadi belum selesai nulis sudah kepencet publish :D
BalasHapusoohh .. i see. udah saya baca komplit sekarang :)
Hapussaya belum nonton sama sekali. harus nonton .. aih seru pasti ini. bener katamu, mendapat visualisasi atas semua cerita itu pasti semakin kerasa feelnya ya.
btw, sukses kontesnya :)
makasih mbak sdh baca komplit :)
Hapuskemarin dapat dari adik ipar yang kuliah S-2.. punya serialnya sampai episode 31. Lengkap. Kalau di MNC kemarin belum rampung sudah di putus
BalasHapussudah rampung perassan kemarin mbak.. smpe sahabat umar meninggal kan..
Hapuskunjungan perdana nih mba Binta..salam kenal ya.. :)
BalasHapusOmar itu tontonan wajib saya selama sahur mba..tapi sayang episode terakhir saya gak bisa nonton karena sedang perjalanan mudik.. :(
makasih kunjungannya mbak tita.. salam kenal juga.
Hapussemoga diputar ulang ya :)
Sama... saya juga baru nih...
BalasHapusSaya tidak sempat menonton tv, krn intinya juga jarang n jam segitu wuaah saya sudah sibuk... tapi dari temen2 sesama pengajian n sedikit penjelasan dari Ustad, bahwa di dunia ini ada banyak golongan Islam. Bahkan Wahabi (yg memerintah di Arab) pun sedikit berbeda pandangan dgn MUI kita. Jadi wajar saja jika penggambaran sahabat-sahabat Nabi pun dipermasalahkan, yg penting kita gak memujanya menurut saya loh ya... ya ndak papalah.
Apapun itu, benar kata mba Binta, ambil sing manfaatnya aja....
salam kenal yo mbak....
salam kenal balik :)
Hapusmakasih sdh berkunjung
as usual,tulisan mbak binta keren.menyeluruh, dan tetap rendah hati meski memperkaya pengetahuan.hebring!
BalasHapusmakasih mbak anik :)
Hapusaku nonton omar pas 3 episode terkhir saja dan sempat nagis juga ...
BalasHapusklo keseluruhan pst malah seru ya mbak :)
Hapusmbak binta dapat award atau Pe-eR disini yaa :D
BalasHapushttp://un2triwidana.blogspot.com/2012/09/award-pertama-setelah-4-tahun-ngeblog.html
Ambil sisi positifnya dari film itu aja deh, setidaknya film itu jauh dan sangat jauh lebih bermanfaat ketimbangan tayangan sinetron mistis yang penuh khayalan. Masalah perbedaan pendapat, Hmmm saya pikir sepanjang kita saling menghormati disitulah ada sebuah rahmat. Ya dengan adanya perbedaan itulah kita akan menjadi menjadi pintar, karena tentunya kita akan berpikir tentang perbedaan itu dan mengambil mana yang menurut kita benar..
BalasHapussalam kenal lagi deh mbak Binta :)
salam kenal juga 'lagi' mas lozz..
Hapusmakasih sdh mampir. td saya coba berkunjung ke blognya kok ga bs dibuka ya? hmm..
Membuat film sejarah memang harus hati-hati agar tak mengundang kontroversi yang bisa menyeret seseorang ke ranah hukum ya jeng.
BalasHapusMantep ulasannya
Salam hangat dari Surabaya
makasih sudah berkunjung :)
Hapusemangh sih mba, kalo misalnya yang memerankan tokoh sahabat nabi trus di film lain jadi anatagonis gt jadi kayak gimanaaaa gt ya, tp sejarah islam kan bagus juga buat pengetahuan, jadi dilematis..
BalasHapusBtw kayaknya blognya baik2 aja mba, apanya yang bermasalah sih?
alhamdulillah sdh sembuh sendir setalh 5 hari mbak..
Hapusmakasih sdh mampir :)
Mbak Bintaaaa.... saya boleh mampir ya... hehe... xD
BalasHapusBtw, film bertema religi (gak hanya Islam, Kristen, Katolik dan semua agama) menurut saya emang 'rawan' banget. Dalam artian, mereka harus siap dengan konsekuensi -yang paling keras- pelarangan tayang. Karena agama kan mainstream banget ya. Jangankan yang bertema agama, rasanya, setiap karya seni pasti ada yg pro dan ada yg kontra.
Menyikapinya, menurut saya, tergantung dengan keyakinan kita masing-maisng dan tujuan kita menonton aja. Dan film Omar ini, saya pikir sangat bermanfaat sekali. Dan manfaatnya -bagi saya- jauh lebih besar daripada mafsadatnya. Sebagai penonton yang berpikir secara dewasa dan rasional, gak akan lah sampe berlebih-lebihan sikapnya pada para Shahabat, apalagi sampe memuja-muja mereka.
Wallahu a'lam. ^_^
tentu saja dong amerull.. sering2 mampir malah sueneng aku hehe..
Hapusmakasih komennya yaa.. sepakat kan :)
Saya termasuk orang yang tidak bisa melihat Omar secara urut. Ketika adik-adik santri bercerita, baru saya bergiat esoknya nonton lagi. Iya, Mbak, selama itu bisa diambil pelajaran darinya, tidak masalah tokoh penting selain Nabi difilmkan.
BalasHapusyup.. wallahu a'lam.. smoga yang menjadi pilihan untuk menonton bukan mendapat mafsadat. amiin
Hapus