Rabu, 15 Agustus 2012

Zakat, kupon dan antri...

Ingin mencurahkan hati, betapa seriusnya ketidaksukaan saya dengan fenomena pembagian zakat dengan cara membagikan kupon kepada mustahiqnya. Orang-orang yang berhak menerimanya harus berjajar antri, tak jarang juga berdesakan demi menjemput haknya.

Pada Ramadhan kali ini, sudah beberapa kali saya melihat fenomena seperti itu diberitakan di layar kaca. Tahu nggak sih, berdesakan antri itu sangat melelahkan dan menjengkelkan? Apalagi jika sampai ada yang mati. Ya Allah, nyesek sekali melihat dan mendengarnya.

Zakat itu apa sih? bukankan zakat adalah mengeluarkan sebagian harta kita untuk tujuan menyucikan, membersihkan harta kita. Dalam harta yang sudah mencapai nishob itu dipastikan ada hak-hak fakir miskin. Jika tidak dikeluarkan maka seluruh harta akan menjadi harta yang kotor, yang akan menyengsarakan pemiliknya kelak di akhirat.
Sesungguhnya orang yang berkelebihan harta itu membutuhkan mustahiq untuk membersihkan hartanya. sangat tidak pantas ketika ia merasa sudah membantu orang miskin, dan seenaknya menyuruh mereka menjemput haknya dengan perjuangan yang melelahkan.

Iya, benar mereka para mustahiq adalah orang yang benar-benar butuh. Sehingga akan melakukan apapun demi sesuatu yang gratis yang akan didapat jika mau antri dan berdesakan bahkan kepanasan. Namun terkadang kalau direnungkan kembali betapa tak sebanding rupiah yang dibagikan dengan harga diri yang diambil dan kepayahan dari para mustahiq itu (berapa nominalnya? biasanya berkisar 20-50ribu perorang, atau sembako jika dicairkan uang juga tak jauh dari angka itu).



Zaman khalifah dulu kalau membagikan sesuatu langsung mendatangi pada penerimanya. Mungkin zaman sekarang tidak mungkin mencontoh cara seperti itu. Karena daftar mustahiqnya terlalu banyak sehingga pasti capek.
Namun bukankan bisa disiasati dengan membentuk panitia yang mendatangi lingkungan satu dan lingkungan yang lainnya. Sehingga mustahiq yang jauh tempat tinggalnya tidak terlalu berat menjemput jatahnya. (Ada lho faktanya, demi menjemput pembagian uang 20ribu orang harus berjalan jauh, mengayuh sepeda onthel atau naik angkutan yang jumlah biaya PPnya 10rb. Yang didapat cuman sisa 10rb..). Tidak harus berkumpul tumplek blek di sebuah lapangan atau halaman rumah si empunya hajat memberikan zakat, kemudian disuruh berjajar antri menerima lembaran rupiah itu satu persatu.

Takut dikorupsi pantia? Ya, teori apapun memang selalu ada kelemahannya. Manusia harus berusaha mencari sisi kelemahan paling minim.
Paling tidak menurut saya, sungguh hindarilah cara membagikan kupon dan mengumpulkan buanyaaak mustahiq dalam keadaan yang secara tersamar itu 'menghinakan'.

Berpikir arif lah para empunya harta!.. posisikan diri sebagai orang yang membutuhkan penerima zakat sebagai minyak pelumas untuk mempermudah perjalanan masuk ke syurga. Dan hargailah mereka dengan sebuah cara membagi yang bijaksana!.

Wallahu a'lam.

***

Kedawong, jelang akhir Ramadhan 1433





6 komentar:

  1. Allo mbak, salam kenal. Terimakasih tulisannya ini. Buat evaluasi diri saya sendiri juga, semoga tidak mempersulit orang yang ingin mendapatkan haknya. Terimakasih sekali lagi ya mbak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. maksih.. salm kenal juga,
      makasih sdh berkunjung :)

      Hapus
  2. setuju mbak, seharusnya kita yg mampu juga jgn hanya bisa memberi secara materi tp juga hrs mampu menjaga harga diri mereka yg tdk mampu..

    BalasHapus
  3. yup.. iya mbak. makasih sdh berkunjung ya :)

    BalasHapus
  4. cocok mbak, kok kita sehati yaa... aku juga ada uneg2 sama mampir di sana ya mbak :))
    http://vandabundadea.blogspot.com/2012/08/memuliakan-dhuafa.html?showComment=1346278810746#c2903334717816896777

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mbak..kemarin saya sdh mampir tp lupa komen hehe

      Hapus

Komentar kamu adalah penyambung silaturrahmi kita, maka jangan ragu meninggalkan jejak :)

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...