Selain embun, aku juga menyukai langit. Maha karya alam yang tak terbantahkan keindahan dan juga filosofi-filosofi yang terkandung di dalamnya.
Melihat embun, aku merasakan motivasi dalam memulai hari. Warna beningnya selalu mengabarkan kesejukan dan menyampaikan bahwa hari ini semua akan berjalan baik-baik saja selama aku menetapi koridor yang telah dibataskan oleh sang Pencipta semesta.
Sementara ketika melihat langit ketika cerah, dengan perpaduan warna biru dan putihnya selalu menampilkan kedamaian. Juga mengajarkan kesederhanaan. Langit selalu mengingatkan saya akan kata bijak, bahwa diatas langit selalu masih ada langit. Apapun yang telah tercapai jangan pernah membuat diri merasa sudah melangit.
I am just ordinary.
Aku seorang yang nggak suka neko-neko[1] meskipun terkadang juga ngoyo[2] ketika ingin mendapatkan sesuatu yang diimpikan. Alur hidup yang dijatahkan Tuhan padaku biasa-biasa saja, tak ada lompatan dramatis yang menjadi warna alur terasa berbeda. Simak saja!... dulu saat remaja, aku pernah membayangkan, mungkin saja aku nanti berjodoh dengan laki-laki yang berasal dari suku dan pulau yang lain. Pastinya sesudah menikah akan terasa sekali berbedanya. Dan ternyata, yang terjadi sekarang adalah aku bersuamikan orang sini-sini juga, tetangga kecamatan yang jarak tempuhnya nggak sampai tiga puluh menit jika naik sepeda motor. Kemudian tak berselang lama setelah menikah, orang tua membelikan rumah di dekat-dekat sini juga, lokasi beda RT namun masih sekampung. Kegiatanku dan suami juga tak berhubungan dengan hal yang mengharuskan kami pindah-pindah tempat tinggal. Yah, lengkap sudah, tak mungkin lagi aku bisa merasakan tinggal atau sejenak mengetahui dari dekat akan tempat-tempat lain selain tempatku menetap (kecuali mungkin jika kelebihan uang kemudian bisa pesiar keliling indonesia atau dunia^^).
Namun itulah yang namanya jatah takdir. Dalam alur yang biasa-biasa saja aku selalu berusaha bersyukur. Dalam kisah yang sederhana aku selalu berusaha menorehkan hal yang istimewa untuk orang-orang tercinta. Seperti halnya memasak dan berkirim makanan untuk orang tua, mengingat bapak yang selalu suka dengan bothok dan brengkes bikinanku. Pun bisa menjadi orang pertama yang datang ketika orang tua butuh bantuan, menjadi orang pertama yang merawat dan menemani ketika orang tua merasa kurang sehat dan kesepian. Aku sangat percaya dibalik sesuatu yang sederhana dan biasa-biasa saja pasti ada celah yang bisa kita olah untuk menjadi istimewa.
Dalam analisa tanda tangan, kemarin sempat ditebak oleh seorang teman. Dikatakan bahwa jenis tulisan yang kuhasilkan itu sederhana dan nggak neko-neko.
Menulis dengan sederhana, apa saja tari jemari yang mengiringi suara-suara di kepala. Ah, lagi-lagi aku menemukan celah istimewa dalam bidang menulis itu. Dua antologi terbit bersama teman-teman pesantren ada yang mengambil judul 2 kata kesayanganku : Embun dan langit... ehm^^
Nah, untuk urusan menulis. Zaman sekarang harus pintar pilih-pilih mesin pintar sebagai pendukung buat aktivitas menulis. Baru saja kemarin ada lomba blog yang intinya disuruh memilih sebuah leppy sesuai dengan karakter dan kepribadian. Hmm.. jujur saja (karena udah nggak penting lagi sok ikutan promo^^) saat aku mengklik melihat-lihat, sungguh aku naksir salah satunya. Cocok sekali dengan 2 kata kesayanganku. : lagi-lagi adalah embun dan langit.
Putih yang menyiratkan ketenangan dan kesejukan embun, dan biru yang melukiskan indahnya langit.
Kecanggihan yang dieksplor oleh empunya produk itu juga asli bikin ngiler karena melihat leppy sendiri yang batrenya hanya kuat setengah jam, sehingga nggak bisa dipindah kemana-mana kecuali harus di dekat colokan listrik hehe. (akhirnya aku berdo'a saja suatu hari berjodoh bisa menjemputnya menjadi teman menulisku.. amiiin)
Putih semburat biru, tak hanya menampilkan ketenangan dan kemandirian, bagiku juga menggambarkan tentang kesederhanaan dan inisiatif mengolah celah apapun untuk menjadi keistimewaan.
Yup, lagi-lagi aku harus legowo menerima inilah jatah taqdir, ternyata lomba nulis sambil pilih-pilih leppy itu gagal kuikuti hanya karena salah tafsir akan detlen. Nggak mau menyalahkan siapa-siapa, akhirnya tetap saja kupublish postingan ini, semoga saja menginspirasi. Atau setidaknya teman-teman yang kebetulan singgah bisa membacanya sambil minum kopi.
***
Footnote :
[1] neko-neko : banyak tingkah, banyak keinginan muluk-muluk.
[2] Ngoyo : berusaha keras meraih sesuatu.
Melihat embun, aku merasakan motivasi dalam memulai hari. Warna beningnya selalu mengabarkan kesejukan dan menyampaikan bahwa hari ini semua akan berjalan baik-baik saja selama aku menetapi koridor yang telah dibataskan oleh sang Pencipta semesta.
Sementara ketika melihat langit ketika cerah, dengan perpaduan warna biru dan putihnya selalu menampilkan kedamaian. Juga mengajarkan kesederhanaan. Langit selalu mengingatkan saya akan kata bijak, bahwa diatas langit selalu masih ada langit. Apapun yang telah tercapai jangan pernah membuat diri merasa sudah melangit.
I am just ordinary.
Aku seorang yang nggak suka neko-neko[1] meskipun terkadang juga ngoyo[2] ketika ingin mendapatkan sesuatu yang diimpikan. Alur hidup yang dijatahkan Tuhan padaku biasa-biasa saja, tak ada lompatan dramatis yang menjadi warna alur terasa berbeda. Simak saja!... dulu saat remaja, aku pernah membayangkan, mungkin saja aku nanti berjodoh dengan laki-laki yang berasal dari suku dan pulau yang lain. Pastinya sesudah menikah akan terasa sekali berbedanya. Dan ternyata, yang terjadi sekarang adalah aku bersuamikan orang sini-sini juga, tetangga kecamatan yang jarak tempuhnya nggak sampai tiga puluh menit jika naik sepeda motor. Kemudian tak berselang lama setelah menikah, orang tua membelikan rumah di dekat-dekat sini juga, lokasi beda RT namun masih sekampung. Kegiatanku dan suami juga tak berhubungan dengan hal yang mengharuskan kami pindah-pindah tempat tinggal. Yah, lengkap sudah, tak mungkin lagi aku bisa merasakan tinggal atau sejenak mengetahui dari dekat akan tempat-tempat lain selain tempatku menetap (kecuali mungkin jika kelebihan uang kemudian bisa pesiar keliling indonesia atau dunia^^).
Namun itulah yang namanya jatah takdir. Dalam alur yang biasa-biasa saja aku selalu berusaha bersyukur. Dalam kisah yang sederhana aku selalu berusaha menorehkan hal yang istimewa untuk orang-orang tercinta. Seperti halnya memasak dan berkirim makanan untuk orang tua, mengingat bapak yang selalu suka dengan bothok dan brengkes bikinanku. Pun bisa menjadi orang pertama yang datang ketika orang tua butuh bantuan, menjadi orang pertama yang merawat dan menemani ketika orang tua merasa kurang sehat dan kesepian. Aku sangat percaya dibalik sesuatu yang sederhana dan biasa-biasa saja pasti ada celah yang bisa kita olah untuk menjadi istimewa.
Dalam analisa tanda tangan, kemarin sempat ditebak oleh seorang teman. Dikatakan bahwa jenis tulisan yang kuhasilkan itu sederhana dan nggak neko-neko.
Menulis dengan sederhana, apa saja tari jemari yang mengiringi suara-suara di kepala. Ah, lagi-lagi aku menemukan celah istimewa dalam bidang menulis itu. Dua antologi terbit bersama teman-teman pesantren ada yang mengambil judul 2 kata kesayanganku : Embun dan langit... ehm^^
Nah, untuk urusan menulis. Zaman sekarang harus pintar pilih-pilih mesin pintar sebagai pendukung buat aktivitas menulis. Baru saja kemarin ada lomba blog yang intinya disuruh memilih sebuah leppy sesuai dengan karakter dan kepribadian. Hmm.. jujur saja (karena udah nggak penting lagi sok ikutan promo^^) saat aku mengklik melihat-lihat, sungguh aku naksir salah satunya. Cocok sekali dengan 2 kata kesayanganku. : lagi-lagi adalah embun dan langit.
Putih yang menyiratkan ketenangan dan kesejukan embun, dan biru yang melukiskan indahnya langit.
Kecanggihan yang dieksplor oleh empunya produk itu juga asli bikin ngiler karena melihat leppy sendiri yang batrenya hanya kuat setengah jam, sehingga nggak bisa dipindah kemana-mana kecuali harus di dekat colokan listrik hehe. (akhirnya aku berdo'a saja suatu hari berjodoh bisa menjemputnya menjadi teman menulisku.. amiiin)
Putih semburat biru, tak hanya menampilkan ketenangan dan kemandirian, bagiku juga menggambarkan tentang kesederhanaan dan inisiatif mengolah celah apapun untuk menjadi keistimewaan.
Yup, lagi-lagi aku harus legowo menerima inilah jatah taqdir, ternyata lomba nulis sambil pilih-pilih leppy itu gagal kuikuti hanya karena salah tafsir akan detlen. Nggak mau menyalahkan siapa-siapa, akhirnya tetap saja kupublish postingan ini, semoga saja menginspirasi. Atau setidaknya teman-teman yang kebetulan singgah bisa membacanya sambil minum kopi.
***
Footnote :
[1] neko-neko : banyak tingkah, banyak keinginan muluk-muluk.
[2] Ngoyo : berusaha keras meraih sesuatu.
romantissssss sama dengan kesan yg ditimbulkan notebook soni vaio itu:)
BalasHapussayang ya mba ga keburu&pnyku super nekat sekalinya masuk list terakhir salah ketik URL jdlah link'nyake blog aku ga kebaca:(
kunjungan perdana.....salam kenal mbk binta :D
Hapusuwaaaaaaaaaaaaaaa dari jombang,samaaaaaaaaaaaaaa...akhirnya ktmu blogger sesama kota kelahiran hihihi....
**gmn mau baca sambil ngopi lha wong lagi puasa hehehe
tenang mbak eni, rejeki gak bakal tertukar ^^
Hapusmbak Zwan : seneng banget ketemu tetangga :)
tenaaaaang banget bacanya, sesuai dengan pilihan lepi nya. Mudah-mudahan dapat dari pintu yang lain mba. Masih banyak jalan menuju Roma, 'Roma dulu la ya" #eh
BalasHapusamiin mbak windi :)
HapusYa udah ikutan kuis berpantun aja di rumahku. Kali aja dapet buku hehe..Salam kenal dan tetap semangat :)
BalasHapusyup.. saya udah rencana mau ikutan. insyaAllah segera :)
Hapussalam kenal juga
di setiap takdir yang Allah tetapkan untuk kita menyimpan sejuta misteri yang tak pernah terpikirkan
BalasHapusselalu ada kebaikan di sana
salam kenal dari Jogja mbak :D
salam kenal balik ya :)
Hapusmakasih kunjungannya
Banyak, lho, korban salah tafsir ini. Teman2 saya ada yang gagal ikutan juga.
BalasHapusSaya ngehnya juga pas buat postingan semalam jam 23.00. Niatnya dikirim hari ini. Ternyata deadline 5 Agustus jam 00:00. Langsung dikebut biar selesai sebelum tengah malam -__- *malah curhat di lapak orang
Rejeki mbak mungkin bukan dari jalan lomba ini..
yup.. amiin.
Hapusmakasih kunjungannya :)
kita senasib mbak binta.gak apa ya mbak.senyum tetap kita kembangkan di wajah kita.semoga Allah mengabulkan wishlist kita ini.aamiin.
BalasHapusamiin mbak anik :)
HapusTak apa mbak binta. Disimpam aja dulu tulisannya. masih akan ada banyak lomba blog lainnya, hehee..
BalasHapusSetuju dengan mbak windi, membaca tulisan mbak binta, serasa melihat embun dan langit. Bikin tenang :)
makasih mbak elin.. :)
Hapus