Rabu, 18 Juli 2012

Dalam dunia digital, dia pernah jadi pahlawan.


Zaman digital, sebuah masa yang menawarkan kecanggihan dan rupa-rupa kemudahan dalam semua bidang.
Dialah Facebook?!
Hmm.. dia pernah jadi pahlawan yang mengantarkan menuju cita-cita yang dulu kusangka hanya mimpi dan hayalan yang tak mungkin.
Gambar berasal dari sini.


Pada akhir tahun 2010 aku baru mempunyai akun fesbuk setelah diiming-imingi adek-adekku dan juga teman-teman. Katanya di dunia maya itu kita bisa kenal dan berteman dengan orang-orang hebat yang dalam dunia nyata tak mungkin bisa disapa. Seperti artis-artis yang sering terlihat di layar kaca. Juga politisi, pejabat dan orang berpangkat. Kita bakalan bisa menyapanya dan berbincang dari dekat. Wuiiih.. sangat sangat menarik.

Namun orang-orang hebat menurut versiku adalah penulis-penulis beken yang kukenal lewat majalah annida dan buku-buku yang ada lebel FLP. Aku sangat mengagumi mereka lewat karya-karya mencerahkan jiwa yang sering kubaca. Maka mulai dari meng-add para penulis itu aku juga mulai sering main ke grup FLP, mengetahui lomba-lomba menulis dan mencoba ikut.

Bertabur audisi dan info-info peluang menulis di beranda FB-ku semenjak mengisi daftar friendlist dengan nama-nama para penulis dan sesama pemula yang ingin jadi penulis. Wow... satu demi satu tulisanku lolos audisi, menang lomba, dapat hadiah ini itu, terbit buku (meski masih antologi-antologi melulu). 
Pernah memenangkan lomba menulis yang diadakan Teh sariwangi, dan pada akhirnya 100 tulisan dari pemenang dibukukan. kejutan awal-awal mengikuti lomba yang infonya berasal dari facebook. Sesuatu banget^^


MasyaAllah,.. aku bener-bener terima kasih sama manusia bernama Mark Elliot Zuckerberg. Karena hasil temuannya bisa membantuku sedemikian rupa. Menghubungkanku kepada orang-orang yang dulu serasa jauh untuk direngkuh. Mendapatkan teman-teman yang tak pelit berbagi info, pengalaman dan ilmu seputar dunia menulis. Tak henti-henti aku memuji dan berterimakasih, sembari setiap hari berselancar dan menambah teman tanpa perlu membuka info profilnya. Asal konfirm saja, toh apa salahnya berteman?, begitu sih prinsipku dulu.

Kegiatan menulisku didukung penuh oleh suami. Dia, tanpa syarat apapun membelikanku modem dan pulsa unlimited yang setiap habis tak pernah lupa untuk mengisi. Atas dasar sayang pada unlimited yang tidak terpakai itulah aku setiap hari online dan online. Huaaa.. kadang kalau dipikir-pikir lebih banyak waktu chating dan bincang ngalor ngidul dengan teman dari pada nulisnya. Hiks..

Dunia facebook, seolah menjadi dunia kedua yang harus disinggahi dan diperhatikan dengan seksama. Ketika ada suatu permasalahan berat yang menyangkut teman dekat rasa hati ikut sedih. Ketika melihat sesama teman bertengkar dan berselisih faham hingga terjadi perang komen panas yang terlihat di beranda, rasanya ikut pusing dan resah. Aneh!! Tapi itu memang kualami dengan nyata. Permasalahan yang terjadi di ruang maya juga sanggup menguras emosi dan perasaan hingga sedemikian rupa. Hmm...

Dan, semakin hari semakin menggila. Hiks.. sungguh aku sebenarnya malu menceritakan ini. Namun semoga bisa diambil pelajaran bagi para pembacanya nanti.

Ketika berganti hape yang bisa mudah akses internet aku semakin sering onlen. Jika biasanya via latipah (nama netbook mungilku) aku hanya bisa onlen ketika anak-anakku sudah tidur. Namun dengan hape, ketika punya uang lebih untuk isi pulsa maka aku bisa membuka fesbuk EVERYTIME.. heuheu, setiap waktu sodara! Sambil momong, sambil masak, sambil nyetrika baju, sambil nyuci dan lain sebaginya. Ketika Fahri, anak sulungku sekolah aku hanya dirumah sama Zahra, putriku yang baru 3tahun. Kerjaan rumah tangga tak pernah terbengkalai sih, namun yang serasa gila adalah aku bisa senyum-senyum dan tertawa sendiri saat asyik dengan fesbuk dilayar mungil hape. Ya Allah... Hati kecilku berkali-kali bilang ‘waktuku mantengin alqur’an tak sebanding lamanya dengan waktuku mantengin layar fesbuk’ sementara sisi hatiku yang lain bilang ‘ah kalau sudah bosan lama-lama nanti juga berhenti sendiri, lagian aku fesbukan untuk mendukung menulis kok’.

Parahnya, dulu pertama-tama fesbukan sambil nulis aku masih bisa menghasilkan tulisan. Ibaratnya sambil nyelam minum air gitu deh. Tapi sekarang,.. kalau sudah buka fesbuk dan jalan-jalan gak jelas dijamin deh... tak hanya tulisan yang nggak rampung-rampung, tapi  yang lebih fatal yaitu ‘nggak mulai-mulai’. Miris kan?!.

Aku membiarkan diri tenggelam. Menulis status dan berharap dapat jempol dan komen. Belakangan aku juga heran, kenapa dapat jempol atau like saja kok bisa membuat hati jadi seneng. Diiih,.. padahal tidak bisa membuat kenyang kan ya? hehe.. kemudian komen status teman berbuntut obrolan yang gurih dan sedap.
Bertemu teman-teman lama semakin membuat takjub dan lupa diri. Bertemu mantan gebetan alias orang yang pernah ditaksir apalagi, tentu lebih heboh lagi. Bisa bikin dag-dig-dug di hati muncul kembali tanpa permisi. Astaghfirullah... Namun pada bagian ini alhamdulillah aku bisa mengendalikan diri tak membiarkan hati kembali ke masa lalu untuk CLBK. Ingat suami, ingat anak-anak juga ingat umur sodara! Aku bukan orang bodoh yang ketika mendapati berita (hanya lewat pertemuan maya) bahwa orang yang pernah kukagumi di masa lalu ternyata punya perasaan yang sama, kemudian mengkaramkan rumah tangga kami yang sudah terbangun sempurna. Suami yang sayang dan bertanggung jawab plus anak-anak yang sehat dan manis bagiku terlalu sempurna untuk ‘dibuang’ demi menggapai cinta semu masa lalu yang hadir kembali.

Kemudian aku menunggu rasa bosan yang kusangka akan datang seiring waktu. Aku berkeyakinan suatu saat pasti akan bosan dengan fesbuk. Seperti makanan yang terlalu sering dimakan pasti lama-lama akan bosan kan? Aku menunggu saat itu agar bisa kembali lagi fokus menulis. Sungguh, meski aku masih menulis sedikit-sedikit dan perlahan-lahan terbit beberapa buku antologi bersama teman-teman, namun porsi menulisku tak sebanyak dan sefokus dulu. Boleh dikata seandainya waktuku fesbukan semua dipakai dan difokuskan untuk nulis pasti lebih buanyaaak karyaku yang rampung dan tersimpan sebagai harta karun berharga yang memadati file-file dan folder dalam Disc(D) ku. Ketika ada lomba atau audisi yang cocok temanya bisa langsung kirim, kemudian juga bisa ketuk-ketuk pintu penerbit menawarkan naskah solo. Beneran, semua itu bisa menjadi kenyataan jika saja aku bisa menahan diri untuk tidak berlama-lama fesbukan. Hmm... Namun aku tak juga menemukan rasa bosan, malah aku masih saja tak bisa lepas dari online yang seperti candu. Candu itu seperti menjeratku erat dan susah keluar dari sana huhuhu.

Fesbuk, sungguh memang pernah jadi pahlawan yang kubanggakan. Namun sekarang seolah menjadi bumerang yang belum bisa kutaklukkan.
Acapkali aku dan adek-adekku menjadikan apa-apa yang terjadi di fesbuk kami sebagai obrolan hangat ketika bertemu. Tiga adek perempuanku semua punya fasebuk dan aktif online juga. Saat semobil dalam perjalanan pulang dari silaturrahmi kerabat di Sidoarjo asyik-asyik saja semua sama ngobrol di antara orang tua kami, emak bapak yang tak mengerti dunia perfesbukan.

“Bulek Afifah lho sekarang juga jadi fesbuker aktif... “ Adekku yang kedua antusias menceritakan kerabat kami yang usianya tak begitu jauh dengan emak kami.
“Ih, gaul banget lho status-statusnya...” lanjutnya lagi.
Percakapan kami berlanjut dengan menyebutkan kerabat dan tetangga yang sudah jadi fesbuker. Kemudian menceritakan berbagai tingkah laku mereka di dunia maya. Ah, seru sekali rasanya mendapati orang yang kelihatannya sehari-hari pendiam dan berwibawa namun ketika di fesbuk bisa jadi gokil dan nggak jelas hehe.

Ketika mampir di warung lesehan untuk makan, kebetulan kami menemukan ada wifi-nya. Setelah kami tanyakan kodenya pada pelayan maka kami bisa menunggu pesanan makanan sambil online gratis plus tetap ngobrol tentang serunya fesbuk.
Bapak asyik dengan rokoknya dan tak perduli melihat obrolan kami. Sementara Emak hanya diam namun mendengarkan dengan seksama.

Setelah sampai di rumah. Ketika badan capek dan ingin leyeh-leyeh untuk segera tidur tiba-tiba Emak berkata dengan ekspresi amat sedih...
“Masyaallah nduk[1], jangan kira emak ini bangga punya anak-anak yang gaul dan pinter opo iku fesbuk fesbukan!? Setiap ketemu yang dibahas kok itu saja. Tiap hari kemana-mana bawaannya hape, yang dilihat hapeeee saja. masyaAllah.. apa nanti kalau emakmu mati kamu kirim doa lewat fesbuk, lewat sms?”
Glek.. kata-kata itu seperti petir yang menyambar hatiku. Menampar sekaligus membuatku harus cepat-cepat berbenah. Emakku sangat benar kalau kami sungguh sudah keterlaluan. Tanpa sengaja membandingkan beliau dengan bulek Afifah yang sama saja dengan menganggap beliau itu ketinggalan jaman, tidak gaul dan semacamnya. Sungguh aku menyesal sekali akan hal itu.


Lalu.. bagaimana caranya aku bisa melepas jeratan Fesbuk?
Pelan dan perlahan pastinya.
Sempat diberikan saran via sms oleh teman yang sudah lama tidak terlihat online. ‘Berusahalah untuk tidak terlalu sering update status!’ Karena semakin bikin status maka akan memancing rasa ingin dikomen. Ketika sedang off akan dirudung penasaran ‘kira-kira dapat komen apa ya statusku tadi?’ maka jalan satu-satunya untuk memuaskan keinginan itu adalah dengan cara onlen lagi, lagi dan lagi.
Kemudian saran yang lain, juga dari teman fesbuk yang sudah jarang onlen. ‘Sembunyikan modem! Taruh modem jauh-jauh dari lepi. Misalnya disembunyikan di lemari’. Bagiku ini kurang manjur. Karena kita sendiri sudah tau tempat penyimpananya. Ah, sama saja bohong kan?! Hehe.

Aku mencoba menjalankan tips-tips yang disarankan temanku. Alhamdulillah sih lumayan mengurangi. Semakin sedikit status maka akan semakin sedikit notif yang ingin diketahui. Sementara untuk menyembunyikan modem dari diri sendiri masih belum bisa kulakukan.
Kemudian usahaku juga masih berlanjut. Aku mulai berpikir untuk berhenti mengkonfirm permintaan berteman. Segambreng daftar teman tapi yang kenal dekat dan sering berbincang sapa cuma sedikit saja. Aku tak mungkin menghapal semuanya dan menanggapi, memberikan perhatian yang sama. Aku tak mau sampai nanti harus ada 2 akun atau bikin fanspege,.. hihi emang siapalah daku? Penulis anak bawang. Terkenal juga enggak. Aku hanya ingin fokus dengan teman-teman yang sudah ada. Menjaga persahabatn yang sudah terjalin apik lewat sms karena mengurangi onlen. Hanya yang mengadd diiringi inbok alasan ingin berteman saja yang aku konfirm.

Oh fesbuk. Benarlah jika dia adalah pisau tajam bermata dua, dia tak layak diberi nama pahlawan atau bumerang jahat dalam kehidupanku. Karena ia hanya alat, jari-jari dan hatiku lah yang sepatutnya disalahkan.
Kini, meski tak semudah membalik telapak tangan, aku masih terus merangkak dalam fase perjuangan memposisikan fesbuk dalam porsi sepatutnya. Ya dia tetap bisa jadi pahlawan tanpa jadi candu jahat yang mengganggu jika aku bijak menggunakannya. Fesbuk tetap menjadi sarana mencari info dan peluang menulis yang menjanjikan, fesbuk bisa menjadi sarana promosi buku-bukuku yang sudah terbit, dan yang paling penting fesbuk juga bisa menjadi tempat silaturrahmi dengan teman-teman lama yang telah terpisah jarak begitu jauh sehingga serasa tak mungkin untuk bertemu kembali.
Wallahu a’lam. Aku selalu bertekat untuk bisa membagi waktu untuk Allah, untuk keluarga, untuk menulis dan -just a litle time of the day- untuk fesbuk. Semoga..!
***

 Dunia maya dan segala perkembangan zaman selalu seperti pisau bermata dua. Orang yang tak hati-hati memakai tanpa tersadari akan menebas leher sendiri dengan ketajamannya.
Terkadang ngeri membayangkan bagaimana warna kehidupan tekhnologi pada masa anak-anaku nanti? Ya Allah, sungguh aku ingat emakku. Aku juga tak ingin jika mati nanti anakku berkirim doa lewat fesbuk atau apapun tekhnologi asyik nanti pada zamannya.
***
                                                          
NB : Untuk anak-anakku : kelak, apapun tekhnologi indah yang akan menyapamu. Mohon bijaklah dan manfaatkan dengan baik.


Tips-tips berfesbuk ala diriku :
1     1).  Menulis status : hindari status mengeluh, marah-marah, menyindir seseorang atau bahkan menghina secara blak-blakan. Suer deh, banyak permasalahan maya terjadi berawal dari status semacam itu.  Yang standar saja atau kalau bisa yang mencerahkan dan menginspirasi dalam kebaikan.
2   2).  Berkomen : tetap jaga sopan santun hindari berkomen  pada status yang bernada provokasi atau kasus yang sama sekali tidak berhubungan dengan kita. Karena kadang bisa terseret masalah yang tidak terduga. Belive me!
3   3). Menulis note : menulis yang baik-baik dan menginspirasi saja!, hindari gosip dan sesuatu yang menyinggung SARA atau beraroma pronoaksi.
4.      4). Upload foto : yang aman-aman saja ya, gak usah lebai gitu deh. Jaga image sebagai muslim/muslimah yang keren. Jauh dari porno dan provokasi pastinya.
                              ***





[1] Panggilan sayang untuk anak peremuan (jawa)



Tulisan ini diikutkan dalam lomba yang diadakan oleh Komunitas Ngawur, Pusat Tekhnologi dan Blogger Nusantara.

10 komentar:

  1. Awal mula kita mencemplungkan diri ke dalam dunia tulis-menulis mirip mbak :)

    Moga menang yah ... saya ikut juga yang ini :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihi.. smoga lolos mbak.. aq ga pede aslinya yang ini

      Hapus
  2. Awal mula kita mencemplungkan diri ke dalam dunia tulis-menulis mirip mbak :)

    Moga menang yah ... saya ikut juga yang ini :)

    BalasHapus
  3. siip. aku juga kmrn ngga lolos event mba leyla :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehe.. sama dong mbak^^ makasih kunjungannya ya

      Hapus
  4. sukses ya mbak, telat nih bacanya. sudah lewat :)
    Hal yg sama jg kurasakan mbak heuheu :))

    BalasHapus

Komentar kamu adalah penyambung silaturrahmi kita, maka jangan ragu meninggalkan jejak :)

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...