Rabu, 20 November 2013

Liku-liku Menjadi Ibu dalam Sebuah Buku.


Judul Buku : Dont Worry to be a Mommy!
Penulis : Dr Meta Hanindita
Penerbit  : Stiletto Book
Genre : Nonfiksi – Ibu dan anak.
Jumlah Halaman : 171 Halaman.
Terbit  : Cetakan pertama September 2013.

ISBN : 978-602-7572-18-8
-------------------------

Membaca buku itu terasa menyenangkan saat bisa menyelami pemikiran penulisnya yang ia tuangkan dalam rangkaian kata-kata. Dan lebih menyenangkan lagi jika menemukan fakta bahwa pemikiran saya ada yang sama dengan penulis. 

Begitulah kira-kira perasaan saya saat membaca lembar demi lembar buku bersampul merah muda itu. -Dont Worry to be a Mommy!- karya Dokter Meta Hanindita. 

Buku yang menyampaikan berbagai informasi bermanfaat seputar ibu dan anak itu juga menyertakan pengalaman pribadi penulis sebagai seorang doter sekaligus ibu baru.

Sesungguhnya kehidupan perempuan itu ketika memasuki dunia pernikahan akan langsung dihadapkan dengan berbagai macam pilihan. Ketika mempunyai anak, pilihan-pilihan itu semakin beragam dan terkadang saling berbenturan membentuk 2 kubu yang saling bertentangan. Seperti pilihan memberikan susu formula atau ASI, memakaikan gurita atau tidak, memakaian diapers atau clodi, sampai ditinggal kembali berkarir atau nekat resign demi lebih banyak waktu merawat buah hati. 


Nah disitulah saya menemukan persamaan pemikiran dengan Dokter Meta, bahwa tak seharusnya sesama perempuan saling menghakimi orang yang berseberangan pilihan dengannya. Dan cara 'menghakimi' itu terkadang bukan memakai kata-kata kasar  namun berupa sindiran halus, yang jika terdengar atau terbaca rasanya lebih pedih hatinya. Karena kita tak pernah tahu latar belakang kenapa mereka mengambil pilihan tersebut, bisa jadi karena keterdesakan dan tak ada opsi yang lain. Seperti yang diceritakan penulis, tentang seorang ibu yang tak mau menyusui ASI, ketika disarankan terus saja menolak dengan berbagai alasan, kemudian saat terus didesak dia mengaku bahwa suaminya meninggal karena HIV dan dia positif juga mengidap HIV sehingga tidak boleh menyusui anaknya agar mencegah penularan.

ASI memang sepenuhnya hak anak, karenanya penulis ini menceritakan pengalaman betapa hebohnya program memperjuangkan ASI perah buat buat hatinya tanpa mau menyerah sedikitpun kepada sufor. Duuh, saya membacanya saya ikutan capek dan letih membayangkan kalau saya sendiri yang menjalaninya, karena saya 2x punya anak sama-sama langsung nyesep asi dari gentongnya :D  jadi nggak kebayang kalau harus sebentar-sebentar memerah ASI, nyari tempat khusus (saya pernah melihat teman yang selalu riweh nyari kamar mandi saat hadir di sebuah acara buat memerah ASI). Saya salut dan kagum sama pejuang ASI itu rela riweh, rela capek agar anaknya mendapatkan yang terbaik yang menjadi haknya.

Melihat gencarnya promo ASI sekarang ini, tak heran bahwa ibu ASI sekarang menjadi trend. Yang dianggap lebih keren adalah perempuan yang bisa menyusui ASI buat anaknya, bukan lagi yang bisa membelikan sufor mahal-mahal. Imbasnya terkadang ada juga perempuan yang niatnya menyusui agar dibilang mengikuti trend, malu kalau ketahuan tak bisa menyusui ASI kemudian sengaja berbohong -untuk pencitraan-bahwa dirinya bisa memberi ASI. Ah.. nggak harus segitunya kaliii.. kalau memang nggak bisa, dan sudah diupayakan maksimal memang nggak bisa, berarti rejeki anaknya memang hanya sufor. Disitulah juga kesamaan pemikiran saya dengan penulis. Bahwa berbohong tentang hal itu sungguh tak perlu. dan yang lebih penting lagi adalah kampanye ASI pun jangan sampai menghakimi dan merasa menjadi ibu paling benar dan sempurna. Sungguh benar, bahwa logikanya memang tak ada manusia yang sempurna di dunia ini. 

Buku yang cocok dibaca buat semua ibu-ibu dan perempuan calon ibu. Kekurangan yang saya temukan didalam buku ini hanyalah keseringan memakai bahasa inggris dalam penceritaan atau quote-quotenya jadi terkesan kurang membumi buat pembaca-pembaca di kampung seperti saya. Ya salah yang baca sih nggak jago engglish, bukan salah yang nulis^^

*** 



Zahra yang favorit banget dengan warna merah muda hepi berpose dengan buku -Dont Worry to be a Mommy-




Tulisan ini diikutkan dalam Lomba Book Review Contest "Dont Worry to be a Mommy!" yang diadakan oleh Penerbit Stiletto.


16 komentar:

  1. Setuju, Mbak. Buku ini banyak membuka mata kita ya :-)

    BalasHapus
  2. Ibu-ibu sekarang suka kali menghabiskan waktu berdebat dengan hal-hal yang seharusnya tdak perlu didebat. Ini kan hanya soal pilihan, kenapa dicerca jika seorang ibu memberi sufor ke anaknya. Tragisnya, kadang ditambah dengan judging yang tidak mengenakkan, padahal kita kan tidak tahu apa alasan seseorang melakukan sesuatu.
    Gudlak mbak ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. ya begitulah smoga dengan ini qt jd bisa menjaga lidah dan jari dr menjudge orang sembarangan ya mbak :)

      Hapus
  3. mbak binta emang jago ngeresensi, pmbaca jadi tertarik ma bukunya. Siip..... semoga menang ya mbak!

    BalasHapus
  4. mampir mak...jadi pengin ikutan lomba...

    BalasHapus
  5. sepertinya bagus bukunya, pgn baca. makasih resensinya mba binta

    BalasHapus
  6. anak saya dua2nya minum susu formula karena ASI sy ga bs keluar meskipun sudah diupayakan dengan berbagai cara. (siapa sih yg ga mau irit memanfaatkan ASI yg gratis dari Tuhan?) dan saya sudah sangat kebal denger ucapan sinis seperti: "kenapa ga mau nyusuin anaknya? takut bentuk payudaranya berubah ya?" duh, gubrak deh....
    Btw sukses ya mbak untuk lomba referensinya, kayanya saya jd pengen baca bukunya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. yup menjadi ibu itu berjuang dalam berbagaiu bentuknya ya mbak.. semangatt.. smoga anaknya sehat selalu.. amiin
      monggo dibeli, bukunya memang layak dibaca buat tambahan info sekaligus perenungan :)

      Hapus
  7. mbak sugi : amiin makasih doanya :)
    mbak tanti : makasih :)
    mbak ida : hayuk monggo ikutan.. bukunya emang bagus kok :)
    mbak rosa : iya bagus.. sama2 ya mbak, makasih sdh baca resensi ala saya yg agak ngasal ini :)

    BalasHapus
  8. makasih sharingnya mba...bagus bukunya ya..handy tips plus pemikiran ekstra untuk perempuan yang segera maupun yang sudah menjadi mommy...soal ASI, saya prihatin dengan dengan embel-embel ini itu :(..kalau mau ASI eksklusif ya alhamdulillah...tapi kalau karena sesuatu dan lain hal harus pakai sufor, bukan berarti kita ibu yang buruk or gagal kaaan...bon courage untuk kontesnya...

    BalasHapus
  9. aku ibu peraahh ahahaha... menanti buku ini di blitar :)
    moga menang mbak :)

    BalasHapus
  10. mbak indah : makasih sdh baca ya mbak :)
    mbak anggi : kamsiyaa doanyaa :)
    mbak santi : iya dia ikut mejeng buat syarat hehe..

    BalasHapus

Komentar kamu adalah penyambung silaturrahmi kita, maka jangan ragu meninggalkan jejak :)

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...