Judul Buku : Dont Worry
to be a Mommy!
Penulis : Dr Meta Hanindita
Penerbit : Stiletto Book
Genre : Nonfiksi – Ibu dan anak.
Jumlah Halaman : 171
Halaman.
Terbit : Cetakan pertama September 2013.
ISBN : 978-602-7572-18-8
-------------------------
Membaca buku itu terasa menyenangkan saat bisa menyelami pemikiran
penulisnya yang ia tuangkan dalam rangkaian kata-kata. Dan lebih menyenangkan
lagi jika menemukan fakta bahwa pemikiran saya ada yang sama dengan
penulis.
Begitulah kira-kira perasaan saya saat membaca lembar demi lembar
buku bersampul merah muda itu. -Dont
Worry to be a Mommy!- karya
Dokter Meta Hanindita.
Buku yang menyampaikan berbagai informasi bermanfaat seputar ibu
dan anak itu juga menyertakan pengalaman pribadi penulis sebagai seorang doter
sekaligus ibu baru.
Sesungguhnya kehidupan perempuan itu ketika memasuki dunia pernikahan
akan langsung dihadapkan dengan berbagai macam pilihan. Ketika mempunyai anak,
pilihan-pilihan itu semakin beragam dan terkadang saling berbenturan membentuk
2 kubu yang saling bertentangan. Seperti pilihan memberikan susu formula atau
ASI, memakaikan gurita atau tidak, memakaian diapers atau clodi, sampai
ditinggal kembali berkarir atau nekat resign demi lebih banyak waktu merawat
buah hati.
Nah disitulah saya menemukan persamaan pemikiran dengan Dokter
Meta, bahwa tak seharusnya sesama perempuan saling menghakimi orang yang
berseberangan pilihan dengannya. Dan cara 'menghakimi' itu terkadang bukan memakai
kata-kata kasar namun berupa sindiran
halus, yang jika terdengar atau terbaca rasanya lebih pedih hatinya. Karena
kita tak pernah tahu latar belakang kenapa mereka mengambil pilihan tersebut,
bisa jadi karena keterdesakan dan tak ada opsi yang lain. Seperti yang
diceritakan penulis, tentang seorang ibu yang tak mau menyusui ASI, ketika
disarankan terus saja menolak dengan berbagai alasan, kemudian saat terus
didesak dia mengaku bahwa suaminya meninggal karena HIV dan dia positif juga
mengidap HIV sehingga tidak boleh menyusui anaknya agar mencegah penularan.
ASI memang sepenuhnya hak anak, karenanya penulis ini menceritakan
pengalaman betapa hebohnya program memperjuangkan ASI perah buat buat hatinya
tanpa mau menyerah sedikitpun kepada sufor. Duuh, saya membacanya saya ikutan
capek dan letih membayangkan kalau saya sendiri yang menjalaninya, karena saya
2x punya anak sama-sama langsung nyesep asi dari gentongnya :D jadi nggak kebayang kalau harus
sebentar-sebentar memerah ASI, nyari tempat khusus (saya pernah melihat teman
yang selalu riweh nyari kamar mandi saat hadir di sebuah acara buat memerah
ASI). Saya salut dan kagum sama pejuang ASI itu rela riweh, rela capek agar
anaknya mendapatkan yang terbaik yang menjadi haknya.
Melihat gencarnya promo ASI sekarang ini, tak heran bahwa ibu ASI
sekarang menjadi trend. Yang dianggap lebih keren adalah perempuan yang bisa
menyusui ASI buat anaknya, bukan lagi yang bisa membelikan sufor mahal-mahal.
Imbasnya terkadang ada juga perempuan yang niatnya menyusui agar dibilang
mengikuti trend, malu kalau ketahuan tak bisa menyusui ASI kemudian sengaja
berbohong -untuk pencitraan-bahwa dirinya bisa memberi ASI. Ah.. nggak harus
segitunya kaliii.. kalau memang nggak bisa, dan sudah diupayakan maksimal
memang nggak bisa, berarti rejeki anaknya memang hanya sufor. Disitulah juga
kesamaan pemikiran saya dengan penulis. Bahwa berbohong tentang hal itu sungguh
tak perlu. dan yang lebih penting lagi adalah kampanye ASI pun jangan sampai
menghakimi dan merasa menjadi ibu paling benar dan sempurna. Sungguh benar,
bahwa logikanya memang tak ada manusia yang sempurna di dunia ini.
***
Zahra yang favorit banget dengan warna merah muda hepi berpose dengan buku -Dont Worry to be a Mommy- |
Tulisan ini diikutkan dalam Lomba Book Review Contest "Dont Worry to be a Mommy!" yang diadakan oleh Penerbit Stiletto.
Setuju, Mbak. Buku ini banyak membuka mata kita ya :-)
BalasHapusZahra cantik bangeet
Hapusmakasih 'ammah leyla.. yup buku inspiratip mbak :)
HapusIbu-ibu sekarang suka kali menghabiskan waktu berdebat dengan hal-hal yang seharusnya tdak perlu didebat. Ini kan hanya soal pilihan, kenapa dicerca jika seorang ibu memberi sufor ke anaknya. Tragisnya, kadang ditambah dengan judging yang tidak mengenakkan, padahal kita kan tidak tahu apa alasan seseorang melakukan sesuatu.
BalasHapusGudlak mbak ;)
ya begitulah smoga dengan ini qt jd bisa menjaga lidah dan jari dr menjudge orang sembarangan ya mbak :)
Hapusmbak binta emang jago ngeresensi, pmbaca jadi tertarik ma bukunya. Siip..... semoga menang ya mbak!
BalasHapusbenar mak, resensinya bagus ^^
BalasHapusmampir mak...jadi pengin ikutan lomba...
BalasHapussepertinya bagus bukunya, pgn baca. makasih resensinya mba binta
BalasHapusanak saya dua2nya minum susu formula karena ASI sy ga bs keluar meskipun sudah diupayakan dengan berbagai cara. (siapa sih yg ga mau irit memanfaatkan ASI yg gratis dari Tuhan?) dan saya sudah sangat kebal denger ucapan sinis seperti: "kenapa ga mau nyusuin anaknya? takut bentuk payudaranya berubah ya?" duh, gubrak deh....
BalasHapusBtw sukses ya mbak untuk lomba referensinya, kayanya saya jd pengen baca bukunya :)
yup menjadi ibu itu berjuang dalam berbagaiu bentuknya ya mbak.. semangatt.. smoga anaknya sehat selalu.. amiin
Hapusmonggo dibeli, bukunya memang layak dibaca buat tambahan info sekaligus perenungan :)
mbak sugi : amiin makasih doanya :)
BalasHapusmbak tanti : makasih :)
mbak ida : hayuk monggo ikutan.. bukunya emang bagus kok :)
mbak rosa : iya bagus.. sama2 ya mbak, makasih sdh baca resensi ala saya yg agak ngasal ini :)
makasih sharingnya mba...bagus bukunya ya..handy tips plus pemikiran ekstra untuk perempuan yang segera maupun yang sudah menjadi mommy...soal ASI, saya prihatin dengan dengan embel-embel ini itu :(..kalau mau ASI eksklusif ya alhamdulillah...tapi kalau karena sesuatu dan lain hal harus pakai sufor, bukan berarti kita ibu yang buruk or gagal kaaan...bon courage untuk kontesnya...
BalasHapusaku ibu peraahh ahahaha... menanti buku ini di blitar :)
BalasHapusmoga menang mbak :)
Aih... Zahra ikutan mejeng :D
BalasHapusmbak indah : makasih sdh baca ya mbak :)
BalasHapusmbak anggi : kamsiyaa doanyaa :)
mbak santi : iya dia ikut mejeng buat syarat hehe..