Suatu
hari aku pernah kedatangan tamu seorang teman yang mana anaknya dibiasakan berbahasa
indonesia. Maklum sekali karena dia dan istrinya beda suku jadi mengajari
anaknya bahasa nasional. Ketika berbincang dan bermain-main dengan anakku yang
sehari-hari kami biasakan berbahasa jawa, agaknya mereka kurang nyambung. Dan
yang namanya anak-anak memang biasa terjadi pertengkaran kecil yang
ujung-ujungnya gampang sekali untuk rukun kembali.
“Maaf..
mungkin karena nggak nyambung bahasanya ya, jadi rame.. Fahri kami ajarkan
bahasa jawa saja.”
“Lho
emangnya kita ini orang indonesia apa orang jawa??” tiba-tiba temanku itu
menanggapi dengan serius dan berapi-api. Sepertinya menganggapku tidak nasionalis,
fanatis kedaerahan atau bagaimana, aku juga kurang faham. ‘Lho?’.....
“Iya
orang indonesia dan jawa juga sih... hehe.” jawabku dengan nada canda namun
ternyata terasa garing.
Sedikit
cuplikan kejadian itu membuatku berpikir. Belakangan di kampungku yang
notabene-nya bahasa untuk berinteraksi sehari-hari yang digunakan adalah pyur
bahasa jawa. Ternyata ada beberapa pasangan muda yang mulai mengajarkan bahasa
indonesia sejak dini pada anak-anaknya. Bahasa sehari-hari di rumah tak pernah
menggunakan bahasa jawa. Sehingga hasilnya sang anak kurang mengerti bahasa
jawa, bahasa daerahnya sendiri. Mirisnya lagi, adakalanya anak-anak itu bisa
berbahasa jawa namun tidak bisa ber-kromo inggil pada orang yang lebih
tua. Sehingga dinilai kesopanannya kurang.
Dalam
bahasa jawa sangat kompleks sekali tata caranya. Beda ucapan ketika beda orang
yang di ajak bicara. Menurutku itu bukan peng-kotak-kotakan manusia karena
derajat atau kastanya. Namun pada dasarnya perbedaan bahasa dengan melihat
orang yang diajak bicara tersebut lebih mengacu pada ilmu sopan santun dan
etika ramah tamah yang dijunjung tinggi oleh masyarakat jawa dan bangsa
indonesia pada umumnya.
Rasulullah
saja menyarankan agar jangan memanggil cuma nama saja pada bapaknya. Dapat
diartikan bahwa harus menggunakan bahasa yang sopan dalam memanggil dan
berbicara kepada bapak/orang tua. Sama halnya menyebut ‘kamu’ saja pada orang
tua rasanya juga kurang sopan. ‘Kamu’ yang dalam bahasa jawa bisa menjadi 3
macam sebutan. Kowe, jika yang bicara pada yang lebih muda. Sampeyan atau
disingkat jadi peyan, jika berbicara pada usia sebaya. Dan panjenengan,
jika berbicara pada orang tua.
Makanya
aku mempertahankan kebiasaan berbahasa jawa pada anak-anak. Dengan pemikiran
bahwa untuk urusan bahasa indonesia nanti di sekolah juga pasti diajarkan.
Sejak kecil aku berbahasa jawa tapi nyatanya juga bisa bahasa indonesia
meskipun tidak kuliah di jurusan bahasa indonesia. Toh kita hidup di negara
indonesia kan... bukan di negara ceko!
Aku
membayangkan bagaimana jadinya jika semua anak tak lagi diajak bahasa jawa oleh
orang tuanya yang aslinya tulen dari kampung di pelosok jawa. Hanya bisa bahasa
indonesia. Apa lama-lama tidak akan hilang bahasa daerah itu? hmmm...
Bahasa
jawa menurutku adalah bahasa yang kaya (tanpa bermaksud mengecilkan arti bahasa
daerah lain lho ya... semua bahasa daerah punya keunikan masing-masing yang
harusnya dilestarikan oleh pemiliknya kan?). Dan juga bukan bermaksud mencela
pemikiran para orang tua yang lebih memilih membiasakan anak-anaknya berbahasa
indonesia sejak kecil. Semua orang punya pilihan dan alasan masing-masing. Bisa
jadi seperti teman yang aku ceritakan di atas. Yaitu karena ayah dan ibu
berasal dari dua suku yang tidak sama sehingga akan rancu dan membingungkan
jika anak diajak bicara dalam dua bahasa. Alasan lain yang sering terdengar
dikemukakan adalah agar anak nantinya tidak kaget dengan pelajaran sekolah
zaman sekarang yang semuanya langsung disampaikan dengan bahasa indonesia. Lebih
cepat menyerap pelajaran karena sudah menguasai bahasa maka pasti akan lebih
pintar.
Namun
sekali lagi. Aku hanya menyayangkan para orang tua yang sama-sama dari kampung
tanah jawa. Yang tidak ikut berusaha mewariskan bahasa daerah kami pada anak
turunnya, sebuah kekayaan budaya asli dari indonesia. Mencintai negeri bukankah
berarti juga harus menjaga baik-baik apa yang dimilikinya?
Dalam
hal ini aku melihat perkembangan Fahri, anak sulungku yang sekarang menginjak
usia 6 tahun. Alhamdulillah meski sehari-hari berbahasa jawa namun lambat laun
dia juga faham dengan bahasa indonesia. Dari TV, radio, lirik-lirik musik yang
kerap kali mengudara saat ada masyarakat yang hajatan, film kartun dan
lain-lain. Tidak dipaksa pun dia sedikit-demi sedikit memahami berbagai
percakapan bahasa indonesia.
Bahkan
topik translate bahasa dari jawa ke indonesia atau indonesia ke jawa itu
menjadi bahan perbincangan kami sewaktu-waktu.
“Bu,
Suami niku nopo?[1]”
tanya Fahri. Maka aku harus mengartikan bahasa jawanya plus menjabarkan keterangan
seputar kata ‘suami’. Namanya anak kecil yang selalu ingin tahu apapun yang
baru dan mencuri perhatiannya. Dari satu kata saja bisa menjadi pembahasan
banyak hal.
Setelah
kujelaskan apa itu suami dalam bahasa jawa, Fahri segera mengambil contoh bahwa
dia itu suami dari Zahra adik perempuannya. Hah?!! Tentu saja bukan begitu dong
sayang.... ketika kujelaskan bahwa Fahri nggak boleh menjadi suami dari adeknya
dia kembali bertanya “Lha terus aku mene-mene dadi bojone sinten?[2]”
hehehe, akhirnya hanya kujawab ‘wallahu a’lam’ kalau Fahri sudah besar
nanti pasti mengerti.
Hmmm,
intinya dari perbincangan-perbincangan itu meski dalam suasana santai namun
juga pembelajaran tiada henti bagi kami. Bagi Fahri setaiap hari sedapatnya dia
menabung kosa kata baru bahasa indonesia tanpa mengurangi kemampuannya
berbahasa jawa. Bahkan mempelajari tiga tingkatan bahasa dari ngoko (kasar),
kromo (medium), kromo inggil (halus) sesungguhnya juga tidak mudah. Perlu waktu
dan kontinyu melakukannya. Kemudian bagiku juga pembelajaran secara otodidak
tentang sebuah cara menjelaskan, menjabarkan arti suatu kata dalam pemahaman
sederhana seorang anak (dalam bahasa jawa tentunya). Kesemuanya lebih sering
harus secara spontan karena pertanyaan-pertanyaan anak tidak pernah dapat
diprediksi besok atau lusa akan bertanya apa. Fahri juga sering tak puas dengan
sekedar translate bahasanya namun juga
penjelasan lanjutan tentang apa-apa yang berhubungan dengan satu kata yang
ingin dia ketahui.
Yup,
mungkin setiap orang tua keadaannya berbeda denganku. Dan tentu saja semua
punya ideologi masing-masing tentang mengarahkan dan mewarnai anak-anaknya
kemana dan bagaimana. Namun inilah pilihanku. Sebagai salah satu cara mencintai
indonesiaku. Senang sekali jika melihat orang batak, betawi, sunda yang tetap
percaya diri dan bangga menggunakan bahasanya di ranah media layar kaca. Maka,
bukan hal yang aneh kan jika aku ingin kelak anak-anakku tidak tumbuh menjadi
seseorang yang dikenal berasal dari daerah jawa namun sama sekali tak bisa
berbahasa jawa.
Ini
pilihanku. Bagaimana dengan anda? :)
***
[1]
Bu, suami itu apa?
[2]
Terus aku besok-besok jadi suaminya siapa?
------------------------------------
Tulisan ini diikutkan lomba blog Paling Indonesia yang diselenggarakan oleh komunitas blogger Anging Mammiri bekerja sama dengan Telkomsel Area Sulampapua (Sulawesi - Maluku - Papua)
------------------------------------
Tulisan ini diikutkan lomba blog Paling Indonesia yang diselenggarakan oleh komunitas blogger Anging Mammiri bekerja sama dengan Telkomsel Area Sulampapua (Sulawesi - Maluku - Papua)
salam kenal mak....setuju, anak2 emang harus dikenalnya bahasa daerah agar bahasa ibu ini tidka hilang tergerus jaman.
BalasHapusiya mbak. kalau bukan kita ya siapa lagi? :)
Hapussalam kenal juga :)
aku paling suka denger anak kecil ngomong bahasa jawa, walaupun aku sendiri orang sunda. lucu aga gitu yaaa... alhamdulillah sedikit2 aku juga mengajarkan hal serupa sama anak2. tfs ya mak
BalasHapussaya dulu di pesantren jg kumpul sama orang sunda, madura.. unik2 deh mbak.. dan salut dengan mereka yang selalu pede menggunakan bahasa tempat tinggalnya.. :)
Hapussaya termasuk org jawa yg ga bs berbahasa jawa,, hee... lahir dan besar di jakarta, orangtua d rumah jg ga pernah berbahasa jawa... ^^ sekarang, dapet suami org jogja, trs punya anak msh bayi, dan kami skrg tinggal d jepang.. nah loh?? bahasa apa nih yg mesti diajarin k anak saya? hehe.... skrg sih d rmh saya berbahasa indonesia sama anak saya, kalau pergi keluar dan bertemu org jepang baru berbahasa jepang... mudah2an anak saya ga mengalami bingung bahasa... :(
BalasHapuswah keren dong kecil2 nanti sdh langsung mahir bahasa jepang :D.
Hapusmemang belajar bahasa paling enak tuh langsung dari lingkungan ya mbak.. saya menyorot orang yg lingkungannya asli kampung dgn bahasa jawa sehari2 tp mengajari anak mereka dgn bahasa indosia saja.. sayang banget kan. klo mbak ini kan emang di rantau.. paling tdk ntar kalau pulang kampung sedikit2 bisa cerita.. ini lho bahasa leluhur kita, kekayaan kita :)
makasih sdh mampir ya mbak :)
heheh.. sebetulnya saya agak "lucu" ketika temennya mbak ty "kita ini org Jawa atau Indonesia?"
BalasHapusKl mnrt sy memang gak ada salahnya kalo kita berbahasa Indonesia, krn biar gimana kita kan org Indonesia yang akan bertemu dg berbagai macam suku bangsa
Tp kl ada yg fasih juga dg bahasa daerahnya masing malah lebih plus lagi nilainya :)
setuju :)
HapusWah, langkah yang bagus mbak Binta. Anak-anak sekarang banyak yang tidak tahu lagi bahasa daerah. kalau kita tidak melestarikannya dari sekarang, bisa-bisa akan punah di waktu mendatang. aku juga mengajarkan anakku berbahasa daerah. Kutulis dalam artikel untuk lomba ini juga
BalasHapus<\Makasih udah sharing mbak :)
yup.. smoga tulisan kita (meski gak menang.. tapi ngarepnya menang yaaa :D) bisa membantu pelestarian budaya ya seenggaknya :)
Hapusaku pemakai mbak.hehe...pemakai bahasa indonesia dan jawa di rumah.meski suami orang mandailing.justru beliau jarang pake bahasa mandailing karena aku sama sekali gak tau.hanya akhir2 ini aja aku belajar dikit.kalo disuruh ngomong bahasa mandailing tetep gak bs.cuma bisa "modom jolo" karena itu hoby saya.artinya tidur dulu.xixixi...Ola malah sering sedikit terucap bahasa jawa karena mamanya suka keceplos bahasa jawa.dan mamanya gak malu kok meski masih medok ngomong jawanya.
BalasHapushihi mama ola jd pengen obrol pake suara :D
HapusAlmarhumah ibuku dulu pernah berkata,"kowe arep tekan inggris, amirika, opo ngendi wae...ojo lali karo boso jowo." Sekarang aku bisa lebih dalam memahami maknanya bahwa kita harus tetap ingat dari mana kita berasal walau kita sudah berada jauh dr tanah kelahiran.
BalasHapusSemoga sukses kontesnya yaaa...
amiin makasih ya mbak niken. lov indonesia ya :)
Hapus