Senin, 01 Oktober 2012

Dua Ayah keren yang pernah kukenal.

Baru saja membaca artikel tentang bagaimana menjadi breastfeeding fahter yakni menjadi Ayah menyusui. Dikatakan bahwa kegiatan menyusui tak hanya melibatkan peran ibu seorang namun ayah juga harus aktif berperan serta.

Caranya adalah dengan memberikan dukungan emosional dan fisik kepada ibu menyusui. Pada 'pabrik ASI' milik perempuan itu terdapat myoepithel alias otot yang memompa ASI dari pabrik menuju saluran distribusinya. Dan kerja Myoepithel itu tergantung pada hormon oksitoksin. Yang mana hormon oksitoksin ini bisa keluar ketika perasaan si Ibu dalam keadaan tenang dan senang. (hmm.. ternyata begitu ya penjelasan ilmiahnya, pantes saja kalau lagi galau dan sumpek hati begitu, anak yang disusui jadi rewel seolah ikut galau.. berarti memang Produksi ASI memang sedang macet). Nah sdisitulah peran Ayah menjadi penting dalam kegiatan menyusui, ketika si ibu merasa diperhatikan dan disayang suami maka produksi ASI bisa menjadi semakin banyak. Silahkan baca kelanjutan info keren di website Ayahbunda tersebut yang judulnya : Ayahpun ikut menyusui.

Breastfeeding fahter memang sangat penting dilakukan oleh seorang ayah. Itu sebagai wujud kasih yang karena belum mampu diserahkan secara langsung pada anak, sehingga harus melalui perantara lewat ibu sebagai satu-satunya yang punya alat memberikan nutrisi untuk kehidupan anaknya. 

Setelah usai masa menyusui, Ayah maupun ibu bisa bersama-sama mencurahkan kasih sayangnya kepada anak. Ayah tak lagi harus melalui perantara ibu untuk memberikan kasihnya. Dalam hal ini saya teringat pada dua orang lelaki yang saya kenal, sama-sama lelaki yang sudah menjadi ayah. 

Sungguh, membaca artikel breastfeeding fahter tersebut membuat saya ingat dua lelaki keren itu. Hmm...

Laki-laki pertama sudah saya kenal semenjak saya kecil, karena semenjak bayi ia sudah bersama saya.
Karena ia jg penyebab saya lahir ke dunia ini. Dialah bapak saya, yang secara fisik dan karakter menampakkan orang yang tegas, keras dan cenderung kasar. Namun jika diingat-ingat pada masa kecil saya ternyata banyak sekali ungkapan kasih sayang yang membuat saya terharu. Sebuah kisah sepele sih kelihatannya, namun saya menilai itu adalah ungkapan kasih yang tidak memakai kata-kata lugas seperti "Bapak sayang sama kamu, nak.." 
Dulu, memasak lauk ayam merupakan hal yang sangat mewah untuk kami. Masih jarang-jarang bisa membeli ayam potong di pasar dikarenakan tak adanya uang belanja yang memadai. Ketika ingin menikmati makan lauk ayam kami harus menunggu ayam-ayam kampung peliharaan kami tak mau bertelur, agak sakit dan dikhawatirkan mati atau atau harus menunggu saat ada hajat selamatan biasanya baru menyembelih ayam. Nah yang paling saya ingat adalah momen makan bersama Bapak, ketika nasi sudah tandas habis sering kali kami masih melanjutkan dengan menikmati sensasi dan tantangan makan bagian kepala dan kaki ayam (ceker). 2 bagian itu bisa dikata paling sulit untuk mangambil daging atau sekedar kulit yang bisa dimakan. Tahukah apa yang dilakukan bapak untuk saya? sederhana saja...  beliaulah yang berjuang memisahkan kulit-kulit kenyal dan lezat si kepala ayam itu untuk saya makan, membelah tulang tempurung dan kemudian memberikan otak si ayam nan lezat itu untuk saya. Sepele bukan..?? padahal bisa menikmati otak kepala ayam yang sudah diresapi bumbu santan kari nan nikmat itu belum tentu terjadi sebulan sekali. dan saya yakin Bapak juga sangat menyukai sensasi rasa kulit, seuprit daging dan otak yang ada di kepala ayam. Mengingat zamannya bapak yang dulu masih berprofesi sebagai tukang bangunan itu, apa yang dia lakukan merupakan sesuatu banget untuk saya. 

Kini ketika kami, empat putri-putrinya sudah dewasa, saya sendiri sebagai sulungnya sudah berkeluarga. Bapak masih juga ingat anak-anaknya ketika mempunyai makanan yang biasanya anak-anaknya suka. Bapak masih menyimpan brownis, sengaja menyisakan padahal beliau juga sangat doyan makanan itu, buat saya, anaknya yang sudah tidak tinggal serumah lagi bersama beliau, Bapak tetap menyisakan dan menunggu, karena dalam beberapa hari sekali saya selalu berkunjung kerumah orang tua... huhu, sekilas itu juga hanya kisah sepele dan sederhana sekali, namun tetap berasa sesuatu banget saat saya mengenangnya.

Bapak saya bersama salah satu cucunya. 

Kemudian, laki-laki kedua adalah ayahnya anak-anak saya alias.. ya suami saya lah^^
Jujur saja saya juga terharu menemukan apa yang pernah dilakukan bapak semasa kecil ternyata juga dilakukan oleh suami saya terhadap anak-anaknya (meski versinya agak berbeda). Yah, mungkin begitulah naluri alamiah seseorang yang menjadi ayah. Ya, meskipun zaman sudah tak seperti dulu lagi, sekarang bisa lebih mudah membeli ayam potong, di pasar dan bahkan ada yang dijual keliling. Jadi bisa membeli setengah atau seperempat kilo saja. Tidak harus membeli seekor utuh atau menyembelih sendiri. Terkadang saya hanya bisa membeli sedikit, sebanyak seperempat kilo saja. Maksud hati sih, ayam segitu bisa dibuat sarapan pagi saja bareng-bareng keluarga kecil kami yang terdiri dari 4 orang. Nanti siang cukup memakai tahu, telur atau yang lain yang lebih murah hehe.. eh ternyata karena melihat dua anak kami yang begitu lahap makan lauk ayam, suami saya nggak jadi makan lauknya. Nggak bisa nelan katanya "Biar buat makan siang anak-anak saja nanti.." heuuuu.. jadi siang hingga malam ayahnya anak-anak saya itu hanya menikmati kuah dan lauk lain demi anak-anak. Padahal saya yakin dia suka dan terlihat tergoda berselera makan ayam. Lagi-lagi ini peristiwa sederhana namun bagi saya sangat berharga.


Ayahnya Fahri dan Zahra... pas lagi ast=yik bersama Zahra kena jepret^^.


Begitulah, naluri seorang ayah yang benar-benar mengerti tanggung jawabnya tidak diragukan lagi dengan bukti kisah-kisah sederhana yang saya punyai. Namun kadang memang belum banyak yang mengerti bahwa pada tahun-tahun pertama pertumbuhan anak, yakni ketika masih dalam masa penyusuan ibunya, Ayah juga bisa mencurahkan kasih sayangnya dengan cara  breastfeeding fahter sebagaimana yang telah diulas dalam artikel website ayahbunda. Beberapa suami masih ada yang cuek saja menganggap ketika bayi sepenuhnya adalah urusan istri, bangun malam, menimang dan menenangkan tangis rewel bayi terkadang ada yang tak mau tahu untuk untuk ikut membantu atau hanya sekedar memberikan kata motivasi bahwa sang istri tidak sendiri, kata-kata mendamaikan bahwa suami semakin sayang setelah hadirnya anugerah bayi mungil diantara mereka... yah semacam itulah romantisme dan bantuan-bantuan kecil dari ayah si bayi bagi saya pribadi (bisa mewakili kebanyakan perasaan istri, mungkin ^^) itu amat besar maknanya. 

Semoga info beserta kisah-kisah pengalaman saya yang sederhana tadi bisa bermanfaat untk teman-teman  para ayah dan (mungkin) calon ayah. :)

***

Kelak jika Fahri dan Zahra telah dewasa, smoga membaca postingan ini agar mereka tahu bahwa mereka dianugrahi ayah dan kakek yang keren :)
*** *


Tulisan ini diikutkan dalam lomba blog -aku dan ayah bunda-. Infonya berasal dari SINI. 


10 komentar:

  1. mbak BInta, ini nggak dikasi tulisan bahwa tulisan ini diikut sertakan di lomba apa gitu di bawahnya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. sudah sy edit mbak ade.. makasih koreksi n kunjungannya :)

      Hapus
  2. HE2, ayah mb Binta sama dengan ibu saya... suka nyimpang sesuatu untuk cucu atau anaknya. Sukses ya mbak..

    BalasHapus
  3. semoga saya juga bisa jadi ayah yang keren untuk anak saya suatu saat nanti ^^

    sukses ngontesnya mbak binta

    BalasHapus
  4. *Terharuuuu* Ingat suami dan ayah saya yang family man.
    Moga menang mbak :)

    BalasHapus
  5. makasih kunjungan dan doanya mbak niar, imam boll :)

    BalasHapus

Komentar kamu adalah penyambung silaturrahmi kita, maka jangan ragu meninggalkan jejak :)

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...