Waktu MUI
pernah memfatwakan bahwa rokok haram. Saya pernah mendapati sebuah status dalam fesbuk. Begini...
-Andai kata
dengan seijin Allah,.. Nabi muhammad bisa hidup lagi dan menyerukan kepada
ummatnya bahwa rokok itu haram. Sepertinya para perokok itu masih akan
protes... –
Saya tertarik
sekali melihat banyaknya komen yang menyambutnya.
-Kalau
pengharamannya dikarenakan membahayakan kesehatan, harusnya gula juga
diharamkan bagi pengidap diabetes, sate kambing bagi yang hipertensi dan minyak
goreng bagi pengidap kolesterol..?-
Tuh kan... yang
ngerasa pecandu rokok pasti membela diri. Status hukum rokok malah jadi
keributan perang dalil yang bikin ilfil untuk mengikuti perkembangannya.
Kenapa rokok
bisa menjadi polemik seperti benang kusut yang susah di urai, susah di cari
mana ujungnya..?
Disatu sisi
selalu di’bela’ sebagai penyumbang devisa bagi negara, penyerap banyak tenaga
kerja, dan ladang rejeki bagi banyak orang (katakanlah para pedagang sebagai
distributor yang memasarkan produk rokok sehingga sampai kepada konsumen). Dan
di sisi yang lain juga di kecam dan dikritik tajam sebagai penghasil penyakit
kronis semacam kangker dan impotensi.
Bahkan yang
menarik dari iklan-iklan yang semarak menghias layar kaca. Gambaran keberanian,
semangat hidup menjadi alur skenario sebuah iklan rokok. Menjual rokok dengan warning
jelas diluar bungkusnya....’merokok membahayakan kesehatan. Dapat menyebabkan
kanker, gangguan jantung, dan impotensi’.... yang pasti terbaca oleh konsumen
namun tetap laris manis juga.
Rokok seperti
kekasih gelap yang tak pernah mau diputusin begitu saja. Melekat erat dalam
pelukan tanpa bisa di lepas dengan mudah meskipun kita tau dia adalah sumber
bencana selayak bom waktu yang bisa kapan saja meledak.
Bapak saya adalah
perokok berat yang berulang kali mencoba berhenti namun selalu menuai
kegagalan. Pernah berhenti dengan menggantikan permen saat mulut terasa masam.
Tapi ternyata harus banyak permen yang di makan menjadikan lidah dan gigi
sakit. Pernah juga berhenti dengan mengurangi secara bertahap, tapi gagal total
karena malah ngerasa gak enak badan... perjuangan yang tampak sangat berat
kelihatannya. Hingga jadilah beliau tetap menjadi perokok dengan berserah diri
pada nasib akan kuasa Tuhan sang pemberi penyakit. Sesekali ketika sakit batuk selalu terlihat kronis, sungguh dengan
beribu cemas hati kami sebagai keluarga akan keadaan tersebut.
Yah,.. memang tak mudah bagi yang terlanjur menjadi perokok aktif untuk keluar dari lingkaran
kecanduan yang membelitnya.
Begitu juga tak
mudah bagi negara mencari solusi bagaimana seandainya diadakan larangan merokok
yang efeknya pasti amat besar bagi perekonomian negara. Dan juga problema
tenaga kerja yang akan kehilangan pekerjaan bila pabrik rokok harus ditutup.
Namun ancaman
bahaya rokok juga bukan sekedar canda. Baik bagi perokok aktif apalagi perokok
pasif (menurut info yang aku tau perokok pasif lebih efektif terserang penyakit
dariada perokok aktif).
Alhamdulillah saya bertemu jodoh seorang laki-laki yang bukan perokok (Matur suwun sanget Ya Allah...). Malah suami saya termasuk yang ekstrim dalam mengata-ngatai teman yang merokok... dia bilang "Kasiyan banget perempuan yang dapat suami kamu, ntar kalo mencium jadi rasa asbak :D" (itu kata suami saya lho bukan saya he he..)
Bila mendapati sekumpulan anak belia yang sedang menggoda temannya untuk memulai merokok dengan candaan norak... “buktikan kalo kamu cowok dengan ngisap ini lho..” rasanya aku ingin berteriak... “JANGAAAAANNNNNN...!!!!”
Yang belum
pernah mencoba rokok. Pliss jangan pernah coba-coba....
Yang sudah
terlanjur jagalah kesehatan dan ayolah berpikir kembali tentang bahayanya dan
arti kesehatan anda buat keluarga. Jika tak sayang pada tubuh sendiri sayangilah keluarga (yang jika anda merokok, anak dan istri mau tak mau akan menjadi perokok pasif yang lebih beresiko akan penyakit). Dan gak usah terlalu bingung memikirkan
negara. Dimulai dari diri kita sendiri saja. Cobalah berkata... Non
rokok forever.
& % $ & %$
Nyemil ini saja deh tempe mendoan buatan saya.. daripada ngemut rokok, makan asap ^^ |
Bapak saya adalah perokok berat yang berulang kali mencoba berhenti namun selalu menuai kegagalan. <<== sama, bapak saya juga. udah pernah masuk rumah sakit karena flek paru-paru, tapi gak lama kemudian ngerokok lagi. dan sepertinya sudah susah dinasihati soal rokok. kalo orang lain ngerokok, saya gak peduli selama asapnya gak kena saya. tapi, kalo keluarga sendiri yang ngerokok, ngenes rasane.
BalasHapusalhamdulillah dikeluargaku gak ada yg merokok, mb.. aku jg gak kurang suka bila di lingkunganku ada yg merokok..dan seneng bgt skrg di tmpt2 umum sdh ada larangan merokok ya mb :)
BalasHapusbtw mauuu doongg tempe mendoannya.. ^_^
semua bergantung pada niat...
BalasHapusaku jg pernah nulis ttg rokok, mbak...
Mba... aq mau tempenyaaaaa..... :D
BalasHapusSama dg mba Enny, Alhamdulillah di keluargaku jg ga ada yg merokok....terkadang ada teman yg main ke rumah, dan perokok, terpaksa aku minta dia merokok di teras, terkesan kejam, tapi dia maklum sih... karena pernah melihat lgsg saat aku jadi flu oleh asap rokok..
Sulit memang menyingkirkan ketergantungan akan rokok ini ya mba, walau si individunya udh niat banget utk menghentikannya, tapi lagi dan lagi gagal.... mungkin krn niat dan upaya yg blm maksimal?
Sambil komen sambil menikmati tempe...
BalasHapusSayangnya bapak dan suami saya perokok. Walau suami selalu merokok di teras... tapi yaaa... begitu deehhh...
Alhamdulillah si sulung sdh mengkampanyekan anti rokok sejak dini. Dia malah suka ketawa kalau dibilang ngga macho kalau ngga merokok. Yg ngomong gitu ditantang duel sama dia... hehehe... selama ini ga ada yg berani lawan tuuhh...
he he he pada komen tempenya sih ibu ibu :D
BalasHapuspengen dikomen bapak2 nih, kok belum ada yg datang mampir ya
saya ikut nyemil mendoannya aja :)
BalasHapus