Sabtu, 06 April 2013

Harumnya kopi Ermera

Setelah beberapa hari hanya sempat mengintip prolognya, malam ini saya sudah menuntaskan baca buku bersampul kuning itu.

Saya menamakannya sebagai novel yang beraroma harum kopi. Karena membacanya seolah benar-benar bisa mengintip dan mencicipi imajinasi sebuah kampung di lorosae timor leste. Ermera, kampung penghasil kopi dimana sang tokoh Marsela dan Juanito berada. 

Peristiwa referendum di Timor-timor yang menjadi latar kisah antara Marsela dan Juanito. Perbedaan pilihan orang tua menjadikan mereka terpisah oleh jarak dan ketidakpastian atas nasib dan mimpi yang sudah mereka rancang dengan sederhana. Ah, sesederhana apapun sebuah mimpi ketika harus dihancurkan paksa oleh keadaan, tetap saja namanya sakit dan pedih.


Saat kekacauan memuncak, keluarga Marsela harus mengungsi dan meninggalkan kampung halamannya. Marsela berusaha bertahan di daerah pengungsian. Dan menggenggam erat kerinduan dan janji kesetiaan dari seseorang yang sejak kecil telah dikenalnya, tumbuh bersama dan berkeras selalu menjaganya. Hingga datanglah orang lain bernama Randu yang menawarkan kebaikan-kebaikan yang tak kuasa pula di tepisnya. 

Sepanjang cerita saya selalu dibawa oleh rasa hanyut dengan deskripsi-deskripsi ala mbak Shabrina WS yang khas, romantis dan legit selalu dicerna indera pengecap kata-kata. Dialog hati Marsela yang bingung terhadap pilihan hatinya antara tak ingin menghapus janji dan kenangan Juanito dan tak kuasa menolak kebaikan Randu yang selalu mengatakan bahwa dirinya telah 'dititipi' Ayah Marsela sebelum meninggal untuk menjaganya.

Kemanakah hati Marsela berlabuh? Tentu saja tak seru kalau saya menceritakan semuanya disini.

Yang pasti saya suka novel ini, dengan penggarapan seting yang kuat dan menjadi keunikannya. Begitu pula tentang kopi ermera sungguh membuat saya penasaran bagaimana rasa sebenarnya (semoga suatu saat bisa berkunjung kesana yaaaa.. kalau bisa bareng-bareng tamasya sama penulisnya gituuuh.. *plaggg* berhenti ngayal dulu buuu, terusin dulu nulis reviewnya hehehe..)

Meski ada beberapa hal yang sepertinya sengaja dibuat 'samar' oleh penulisnya (semisal tentang agama ketiga tokohnya, Marsela, Juanito, dan Randu) namun novel ini tetap bermuatan moral kemanusiaan yang universal, tak mencontohkan 'kelegalan' hubungan freeseks dan hubungan anak muda yang terlalu kebablasan. Dan sepanjang cerita saya tak mendapati sama sekali tokoh antagonis.. hmm. Konfilk dan nestapa dalan kisah anak manusia itu sudah menjadi sisi antagonis yang mencerabut kebahagiaan tokohnya, mungkin.

Akhir kata, saya ucapkan selamat kepada penulisnya yang telah berhasil mencuri hati juri dan menjadi pemenang ketiga lomba novel romance penerbit Qanita. Dan saya yakin untuk meloloskan buku ini dan menyimpan dalam rak buku, pertanda aman untuk diwariskan pada anak-anak saya kelak.





Zahra yang sejak semula buku ini datang diantar pak kurir masih suka banget memeluknya ..

4 komentar:

  1. Sepertinya Novelnya Menarik untuk dibaca, Harganya berapa ya Mbak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. harganya 40rb kalo di tobuk onlen.. di gramedia 45rb kayaknya

      Hapus
  2. aku belum sempat baca nih.. baru baca 3 halaman pertama bukunya tapi dah suka dengan tutur bahasa Shabrina yang lembut dan romantis.

    BalasHapus

Komentar kamu adalah penyambung silaturrahmi kita, maka jangan ragu meninggalkan jejak :)

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...