Judul : Rose.
Penulis : Sinta Yudisia.
Penerbit : Afranovela. kelompok penerbit Indiva media kreasi.
Tebal : 320 halaman.
ISBN : 978-602-8277-46-4
Rose, adalah novel penulis senior di FLP (entah sudah yang ke berapa, yang pasti dari tulisan yang kesekian dari buku-buku terdahulunya yang keren adalah jaminan bahwa buku ini juga keren)
Membaca lembar-lembar awal saya senyum senyum karena merasa melihat kisah keluarga saya. Sekumpulan saudari yang berjumlah empat orang dan kesemuanya perempuan. Namun tentu saja kisahnya tidak sama dengan hidup saya sih.. beda banget malahan.
Dikisahkan 4 anak perempuan ini punya karakter berbeda antara satu sama lain. Yang mana perbedaan paling mencolok dan sering memicu pertengkaran adalah antara Mawar dan Cempaka. Cempaka yang dalam fisik paling cantik diantara lainnya sangat feminim dan cenderung centil ketika bergaul dengan teman laki-laki, sementara mawar yang meskipun juga berwajah manis namun dia cenderung tomboy dan maskulin, suka kegiatan yang cowok banget seperti mendaki gunung.
Wajar jika dalam persaudaraan itu acapkali ada pertengkaran. Masih dianggap lucu ketika masih sama-sama menjadi anak-anak. Namun jika sampai remaja hingga dewasa masih saja suka bertengkar mendebatkan hal yang prinsip sungguh memang menyedihkan bahkan bisa dikatakan 'mengerikan'. Konflik besar dalam kisah ini adalah ketika Cempaka ternyata hamil di luar nikah dan ingin menggugurkan bayinya. Namun Mawar mencegahnya sehingga ketika lahir dan Cempaka mencampakkan bayinya, Mawarlah yang mengsuh dan membesarkannya. Dan bertahun kemudian, ketika Cempaka sudah sukses mempunyai karier cemerlang sebagai artis yang selalu menyembunyikan rapat tentang masa lalunya, ia hendak mengambil Yasmin, anak yang dulu tak pernah diinginkannya. Ia ingin mengambil Yasmin untuk membuktikan bahwa dirinya tidak mandul seperti yang dituduhkan keluarga suaminya.
Di sisi lain, karena ayah mereka sudah tiada. setelah kakak sulungnya Dahlia menikah, Mawar harus bermetamorfosis menggantikan Dahlia menjadi tulang punggung keluarga dengan menjadi peternak ayam. Berhasil membiayai kuliah Melati adiknya hingga sukses menjadi dokter. Tak lama kemudian Melati juga dipinang oleh lelaki salih dan rupawan. Sementara Mawar harus berjuang menata sebuah ruang dalam hatinya menghadapi jatah takdir yang kelihatannya kebahagiaan harus selalu datang paling lambat padanya. Berjuangan mencari, menemukan dan menempatkan rasa ikhlas di dalam hati dan warna hidupnya.
Disinilah kisah ini mengalir dengan natural tanpa ada dramatisir adegan ala sinetron yang lebai. semua mengalir runut dengan deskripsi-deskripsi yang indah. Diksi-diksi yang cantik sehingga membacanya tak lekas bosan dan ingin segera menuntaskannya tanpa menunggu besok.
Namun memang tak ada karya buatan manusia yang sempurna. Ada beberapa kesalahan kecil yang mungkin berhubungan dengan refrensi. Yang pertama yaitu tentang sebuah dialog antara Mawar dan Pepe yang mengatakan bahwa penyakit Thalasemia itu harus cuci darah tiap bulan. Setahu saya (karena sering baca buku karya teh pipiet senja yang menderita Thalasemia) penyakit tersebut harusnya tranfusi darah tiap bulan. sedangkan yang cuci darah adalah penyakit gagal ginjal. Wallahu a'lam.
Kemudian yang kedua, tentang usaha Mawar jadi peternak ayam itu terasa agak janggal jika dibaca oleh orang yang biasanya berjibaku dengan dunia per-ayam-an. Karena bapak saya sudah lama menjadi pemimpin 'pesantren darul ayyam' jadi sedikit banyak saya mengerti bahwa tidak mungkin membeli 20 ekor anak ayam saja (ayam negeri), karena anak ayam negeri biasanya minimal harus memesan (bukan membeli langsung) kepada pabrik sebanyak 1box yang berisi 100 ekor. Pakannya pun tidak boleh dedak tapi saduran khusus yang bernama por atau ransum ayam (biasanya juga diproduksi pabrik khusus). Dan rasanya terlalu fantastis dalam jangka waktu 8 tahun modal 20ekor tersebut bisa berkembang (tanpa jatuh bangun) dan sampai membiayai sekolah kedokteran Melati yang setahu saya jurusan itu 'amit-amit' biayanya. Belum lagi seting rumah Mawar yang digambarkan di pinggiran kota. Duuh apa tidak didemo penduduk ketika musim hujan tuh ya?
Over all.. di dalam semua kelebihan dan kekurangan novel ini, saya tetap menangkap berbagai pesan yang berharga. Pelajaran tentang belajar menata keikhlasan saat melakukan segala sesuatu yang dinamakan kebaikan pada orang lain. Apa sebenarnya maksud dan tujuan kita? seyogyanya dibersihkan dari tujuan-tujuan yang menafik dan mengotori hati. Kemudian ada juga pelajaran yang tak kalah penting yaitu sebagai orang tua yang punya anak-anak lebih dari satu agar sejak dini meminimalisir pertengkaran sesama anak, apalagi jika sudah tentang sesuatu yang prinsip. Orang tua harus sejak dini menanamkan mana-mana moral yang sesuai dengan tuntunan agama dan harus dipegang oleh anak-anak kita sebagai bekal perjalanan hidupnya kelak.
Akhir catatan, buku ini tak membuat saya menyesal telah membeli dan membacanya. Pun layak menghuni lemari buku saya, tempat menyimpan koleksi berharga yang kelak menjadi warisan bagi anak cucu saya.
***
#Karena ada beberapa buku yang setelah beli dan baca harus saya sortir, ketika jelas tak ada mutu dan manfaat bagi anak-anak nantinya maka tak boleh masuk menjadi penghuni lemari buku saya :D
wah review yang jeli..saya malah ndak ngeh sama Pepe. Oiya, konon ini rombak total dari novel lama mba Sinta yang berjudul Kuntum- Kuntum Bunga dan thalasemia-nya ndak teredit..
BalasHapusmakasih sudah mampir.. oh iya mungkin emang ketinggalan gak diedit ya.. sayang banget. padahal keseluruhan isi novel buagus.
HapusAssalamualaikum. Mbak Vera. Saya tertarik dengan postingan Mbak vera tentang novel rose. Ini saya Aning Mahasiswi dari Kediri Jawa Timur, sedang melakukan penelitian tentang novel rose. Bisakah saya mewawancarai anda untuk dijadikan narasumber?
BalasHapusTerimakasih sebelumnya.
Kalau bisa, mohon mention di twitter @aninglacya
atau facebook Aning Lacya
atau bisa langsung menghubungi nomor saya di 085790555295
Maaf maksud saya mbak Binta
BalasHapus