27 April 2013 kemarin. Saat sulung saya si Fahri berangkat ke SD Al-Ummah untuk semi final lomba sains, saya teringat sebuah fakta ironis tentang teman-teman Fahri. Lebih tepatnya teman-teman Fahri yang berprestasi dan dukungan orang tuanya.
Rizki, teman sekelas Fahri di MI Mujahidin. Anaknya pintar, rajin dan mendapat peringkat kelaske-2 saat Pembagian raport semester kedua. Namun sayang dia tidak bisa ikut dalam lomba sains dikarenakan keterbatasan ekonomi orang tuanya. Hmm... mungkin kurang tepat kalau dikatakan keluarga tidak mampu, Bapaknya Rizki setiap hari bekerja sebagai penjual jajanan pentol berkeliling ke sekolah-sekolah termasuk juga ke sekolahnya Rizki dan Fahri. Beliau pekerja keras, namun memang waktunya lomba mungkin bersamaan dengan keadaan yang tidak memungkinkan mereka untuk merelakan uang sebesar 35.000 rupiah untuk biaya pendaftaran lomba sains itu. Karena si Rizki baru saja punya adek bayi yang pasti masih harus mengeluarkan biaya-biaya mengurus bayi diluar kebiasaan pengeluaran mereka sehari-hari. Namun dia menurut saja keputusan orang tuanya untuk tidak ikut lomba. Hmm sayang sekali...
Ada lagi Fikri, teman sekelas Fahri juga. Dia juga pintar dan cerdas dan boleh ikut lomba oleh orang tuanya. Namun sayang sekali ketika sudah lolos dan masuk babak semifinal bersama Fahri dan 1 temannya yang lain dari kelas 1 MI Mujahidin, Ibunya malah kelihatan tidak suka. Kami ibu-ibu wali murid yang sering bertemu saat menjemput sekolah menjadi heran, kenapa sih kok nggak suka? Ibunda Fikri malah menjawab dengan enteng... "Males dan riweh antar-antarnya kalau nanti makin jauh tempat lombanya, kalau beneran ke jakarta gimana? males dan capek nanti". Kami yang mendengar geleng-geleng kepala masih menyayangkan sikap Ibunda itu yang terang-terangan berkata kepada putranya bahwa dia mando'akan kalau menjawab soal nanti semoga salah semua ckckck.. ini ironis tapi bener-bener nyata. Mungkin saja ibunda Fikri memang tipe ibu yang sangat protektif atas kesehatan anaknya yang selama ini diceritakan memang gampang dan sering sakit. Mungkin saja dia tidak mau anaknya sakit karena capek. Entahlah...
Semua ibu sebenarnya ingin menjadi moms hebat yang mengupayakan apa saja yang terbaik untuk anak-anaknya. Namun mungkin memang keadaan dan nasib yang membuatnya menjadi berbeda. Seperti kisah Rizki diatas, saya menyayangkan sekali melihat anak cerdas namun kehilangan kesempatan mengasah kecerdasannya lebih baik melalui kompetisi dan pelatihan-pelatihan tambahan oleh guru sekolahnya (bagi yang ikut lomba diberikan les khusus oleh pihak sekolah MI Mujahidin). Tak bisa membantunya dikarenakan sudah keputusan orang tua yang punya hak penuh atas Rizki. Bapaknya Rizki tipe pekerja keras yang tidak gampang menadahkan tangan, saya yakin tahun depan saat keadaan lebih memungkinkan pasti Rizki dapat ikut serta dalam lomba itu.
Sementara pada kasus Fikri, saya tak berani berkomentar. Meskipun banyak yang menyayangkan sikap ibunda Fikri yang kesannya tak mendukung kecerdasan anaknya untuk diasah dalam bentuk kompetisi. Betapa kemampuan otak anak itu berbeda satu sama lain. Ketika melihat anak lain yang terlihat cerdas dalam usia dini, orang tua mana yang tidak iri (iri positif)? dan ketika melihat kecerdasan alami itu tidak dipupuk dengan dukungan orang tuanya sendiri, maka yang lain merasa gemas sekali melihatnya.
Ya, kecerdasan atau kemampuan otak anak pada dasarnya ada yang alami dikarenakan turunan dari orang tua dan ada juga yang buatan. Maksud saya kecerdasan buatan itu adalah kecerdasan yang dapat diupayakan dengan berbagai usaha. Salah satunya adalah memberikan mulitivitamin yang tepat untuk tumbuh kembang otak.
Seperti yang terdapat dalam vitamin Sevenseas, bahan yang diperlukan untuk merangsang tumbuh kembang kemampuan otak anak semua ada di dalamnya. Sevenseas mengandung omega 3 yang membantu pertumbuhan otak dan memastikannya bekerja optimal. Multivitamin ini berasal dari minyak hati ikan Cod yang berasal dari perairan atlantik. Mengandung DHA yang tinggi dan berasa jeruk tanpa pemanis dan pewarna buatan. Sehingga bermanfaat dan insyaAllah aman.
Selain memberikan multivitamin, kecerdasan buatan juga bisa diupayakan melalui dukungan orang tua. Doa-doa yang selalu dipanjatkan. Saya bukannya hendak mengajari atau mengatakan bahwa sayalah moms hebat yang mempunyai anak cerdas dikarenakan Fahri saya dukung sepenuhnya saat ikut lomba dan berhasil lolos ke semi final. Sungguh bukan itu maksud saya, saya juga masih dalam taraf belajar menjadi orang tua. Mencari tahu bentuk dukungan apa yang cocok dan pas dengan karakter dan bakat anak saya.
Selama ini selain memberikan asupan gizi dan vitamin yang baik, saya hanya bisa pasrah kepada guru-guru di sekolahnya tentang metode mengajarnya, karena ternyata ilmu pengetahuan sudah berkembang pesat pada masa sekarang, sudah tidak cocok sekali menerapkan pelajaran masa lalu ke masa sekarang. Saya pernah ditertawakan ketika menjelaskan bahwa planet dalam tata surya itu ada 9. Fahri dengan yakin mengatakan "Ibu salah, planet sekarang cuma ada 8, pluto sudah dikeluarkan dari tata surya.. bla bla bla.." dia menjelaskan keterangan dari gurunya dengan gamblang kepada saya. Sementara saya ber-oooo panjang mendengarnya sambail menertawakan diri sendiri hehe... Ya saya pasrahkan namun tetap saya usahakan fasilitas dan akses apapun untuk mendukungnya sejauh kemampuan yang kami bisa sebagai orang tua. Membelikan majalah, buku, globe, atlas dan lain-lain yang kami rasa dibutuhkan untuk mengembangkan bakat dan kesukaannya terhadap 1 bidang ilmu (sementara yang kami tahu masih satu yaitu sains, tapi kami yakin masih akan ada bakat dan minat lain belum terlihat dan semoga kelak kami juga bisa menemukan dan mendukung semuanya. Amiiin..).
Sabtu siang saat saya menjemput Fahri di sekolah sepulang semi final, dia terlihat lesu dan tertunduk tanpa semangat. "Tadi kayaknya sepuluh soal saya salah, Bu" ceritanya. Wah.. sepuluh soal yang ia tak yakin bisa menjawab, belum lagi soal yang ia yakin bisa tapi biasanya tetep masih banyak yang salah juga. Berarti kecil kemungkinan dia akan lolos lagi doong. Hmmm, saya kecewa sih tapi cepat-cepat saya besarkan hatinya. "Nggak apa-apa kok gak lolos, yang penting Fahri kan sudah usaha.. " jawab saya.
Saya akan berusaha menghargai proses dari pada hasil. Ya, apapun hasilnya nanti semoga saya terus bisa menyemangati anak saya yang baru kali ini merasakan namanya mengasah ilmu dengan cara kompetisi, jika nanti dia 'patah hati' karena gagal maka saya harus menjadi orang pertama yang menghibur dan menyemangatinya agar bangkit lagi.
Tak ada kursus atau sekolah yang mengajarkan bagaimana menjadi orang tua atau moms hebat, namun kita bisa belajar secara otodidak dari mana saja dan dari siapa saja. Saat anak-anak kita belajar, kita sebagai orang tua juga harus terus belajar. Oke?!..
***
Tulisan ini diikutkan dalam Lomba Blog "Moms and Baby's Diary" Periode ke 14.
Refrensi : http://sevenseas.co.id/index.php?option=com_products
Rizki, teman sekelas Fahri di MI Mujahidin. Anaknya pintar, rajin dan mendapat peringkat kelaske-2 saat Pembagian raport semester kedua. Namun sayang dia tidak bisa ikut dalam lomba sains dikarenakan keterbatasan ekonomi orang tuanya. Hmm... mungkin kurang tepat kalau dikatakan keluarga tidak mampu, Bapaknya Rizki setiap hari bekerja sebagai penjual jajanan pentol berkeliling ke sekolah-sekolah termasuk juga ke sekolahnya Rizki dan Fahri. Beliau pekerja keras, namun memang waktunya lomba mungkin bersamaan dengan keadaan yang tidak memungkinkan mereka untuk merelakan uang sebesar 35.000 rupiah untuk biaya pendaftaran lomba sains itu. Karena si Rizki baru saja punya adek bayi yang pasti masih harus mengeluarkan biaya-biaya mengurus bayi diluar kebiasaan pengeluaran mereka sehari-hari. Namun dia menurut saja keputusan orang tuanya untuk tidak ikut lomba. Hmm sayang sekali...
Ada lagi Fikri, teman sekelas Fahri juga. Dia juga pintar dan cerdas dan boleh ikut lomba oleh orang tuanya. Namun sayang sekali ketika sudah lolos dan masuk babak semifinal bersama Fahri dan 1 temannya yang lain dari kelas 1 MI Mujahidin, Ibunya malah kelihatan tidak suka. Kami ibu-ibu wali murid yang sering bertemu saat menjemput sekolah menjadi heran, kenapa sih kok nggak suka? Ibunda Fikri malah menjawab dengan enteng... "Males dan riweh antar-antarnya kalau nanti makin jauh tempat lombanya, kalau beneran ke jakarta gimana? males dan capek nanti". Kami yang mendengar geleng-geleng kepala masih menyayangkan sikap Ibunda itu yang terang-terangan berkata kepada putranya bahwa dia mando'akan kalau menjawab soal nanti semoga salah semua ckckck.. ini ironis tapi bener-bener nyata. Mungkin saja ibunda Fikri memang tipe ibu yang sangat protektif atas kesehatan anaknya yang selama ini diceritakan memang gampang dan sering sakit. Mungkin saja dia tidak mau anaknya sakit karena capek. Entahlah...
Semua ibu sebenarnya ingin menjadi moms hebat yang mengupayakan apa saja yang terbaik untuk anak-anaknya. Namun mungkin memang keadaan dan nasib yang membuatnya menjadi berbeda. Seperti kisah Rizki diatas, saya menyayangkan sekali melihat anak cerdas namun kehilangan kesempatan mengasah kecerdasannya lebih baik melalui kompetisi dan pelatihan-pelatihan tambahan oleh guru sekolahnya (bagi yang ikut lomba diberikan les khusus oleh pihak sekolah MI Mujahidin). Tak bisa membantunya dikarenakan sudah keputusan orang tua yang punya hak penuh atas Rizki. Bapaknya Rizki tipe pekerja keras yang tidak gampang menadahkan tangan, saya yakin tahun depan saat keadaan lebih memungkinkan pasti Rizki dapat ikut serta dalam lomba itu.
Sementara pada kasus Fikri, saya tak berani berkomentar. Meskipun banyak yang menyayangkan sikap ibunda Fikri yang kesannya tak mendukung kecerdasan anaknya untuk diasah dalam bentuk kompetisi. Betapa kemampuan otak anak itu berbeda satu sama lain. Ketika melihat anak lain yang terlihat cerdas dalam usia dini, orang tua mana yang tidak iri (iri positif)? dan ketika melihat kecerdasan alami itu tidak dipupuk dengan dukungan orang tuanya sendiri, maka yang lain merasa gemas sekali melihatnya.
Ya, kecerdasan atau kemampuan otak anak pada dasarnya ada yang alami dikarenakan turunan dari orang tua dan ada juga yang buatan. Maksud saya kecerdasan buatan itu adalah kecerdasan yang dapat diupayakan dengan berbagai usaha. Salah satunya adalah memberikan mulitivitamin yang tepat untuk tumbuh kembang otak.
Seperti yang terdapat dalam vitamin Sevenseas, bahan yang diperlukan untuk merangsang tumbuh kembang kemampuan otak anak semua ada di dalamnya. Sevenseas mengandung omega 3 yang membantu pertumbuhan otak dan memastikannya bekerja optimal. Multivitamin ini berasal dari minyak hati ikan Cod yang berasal dari perairan atlantik. Mengandung DHA yang tinggi dan berasa jeruk tanpa pemanis dan pewarna buatan. Sehingga bermanfaat dan insyaAllah aman.
Selain memberikan multivitamin, kecerdasan buatan juga bisa diupayakan melalui dukungan orang tua. Doa-doa yang selalu dipanjatkan. Saya bukannya hendak mengajari atau mengatakan bahwa sayalah moms hebat yang mempunyai anak cerdas dikarenakan Fahri saya dukung sepenuhnya saat ikut lomba dan berhasil lolos ke semi final. Sungguh bukan itu maksud saya, saya juga masih dalam taraf belajar menjadi orang tua. Mencari tahu bentuk dukungan apa yang cocok dan pas dengan karakter dan bakat anak saya.
Selama ini selain memberikan asupan gizi dan vitamin yang baik, saya hanya bisa pasrah kepada guru-guru di sekolahnya tentang metode mengajarnya, karena ternyata ilmu pengetahuan sudah berkembang pesat pada masa sekarang, sudah tidak cocok sekali menerapkan pelajaran masa lalu ke masa sekarang. Saya pernah ditertawakan ketika menjelaskan bahwa planet dalam tata surya itu ada 9. Fahri dengan yakin mengatakan "Ibu salah, planet sekarang cuma ada 8, pluto sudah dikeluarkan dari tata surya.. bla bla bla.." dia menjelaskan keterangan dari gurunya dengan gamblang kepada saya. Sementara saya ber-oooo panjang mendengarnya sambail menertawakan diri sendiri hehe... Ya saya pasrahkan namun tetap saya usahakan fasilitas dan akses apapun untuk mendukungnya sejauh kemampuan yang kami bisa sebagai orang tua. Membelikan majalah, buku, globe, atlas dan lain-lain yang kami rasa dibutuhkan untuk mengembangkan bakat dan kesukaannya terhadap 1 bidang ilmu (sementara yang kami tahu masih satu yaitu sains, tapi kami yakin masih akan ada bakat dan minat lain belum terlihat dan semoga kelak kami juga bisa menemukan dan mendukung semuanya. Amiiin..).
Sabtu siang saat saya menjemput Fahri di sekolah sepulang semi final, dia terlihat lesu dan tertunduk tanpa semangat. "Tadi kayaknya sepuluh soal saya salah, Bu" ceritanya. Wah.. sepuluh soal yang ia tak yakin bisa menjawab, belum lagi soal yang ia yakin bisa tapi biasanya tetep masih banyak yang salah juga. Berarti kecil kemungkinan dia akan lolos lagi doong. Hmmm, saya kecewa sih tapi cepat-cepat saya besarkan hatinya. "Nggak apa-apa kok gak lolos, yang penting Fahri kan sudah usaha.. " jawab saya.
Fahri memakai seragam kaos MI Mujahidin Parimono Jombang. Saat ospek kecil-kecilan yang diadakan oleh sekolah saat menerima siswa baru. |
Saya akan berusaha menghargai proses dari pada hasil. Ya, apapun hasilnya nanti semoga saya terus bisa menyemangati anak saya yang baru kali ini merasakan namanya mengasah ilmu dengan cara kompetisi, jika nanti dia 'patah hati' karena gagal maka saya harus menjadi orang pertama yang menghibur dan menyemangatinya agar bangkit lagi.
Tak ada kursus atau sekolah yang mengajarkan bagaimana menjadi orang tua atau moms hebat, namun kita bisa belajar secara otodidak dari mana saja dan dari siapa saja. Saat anak-anak kita belajar, kita sebagai orang tua juga harus terus belajar. Oke?!..
***
Tulisan ini diikutkan dalam Lomba Blog "Moms and Baby's Diary" Periode ke 14.
Refrensi : http://sevenseas.co.id/index.php?option=com_products
mepet2 nih mak semoga sukses ya :D
BalasHapusSetuju mbak, lebih mengutamakan proses daripada hasil.
BalasHapusSemoga sukses dgn kontesnya.
makasih mbak hana :)
BalasHapusmbak niken : iya semoga kita bisa begitu ya.. amiin. makasih doanya :)