Alhamdulillah cerpen saya yang dimuat di Koran Konan, Radar Bojonegoro. Dimuat secara bersambung pada edisi 24 dan 31 maret 2013
APEL MERAH YANG
SOMBONG.
Di atas sebuah meja
makan. Dalam keranjang anyaman rotan yang cantik. Beragam buah di tata manis
oleh Bik Inah.
Anggur hijau segar,
apel merah merona, buah pear, jeruk mandarin, salak pondoh dan pisang ulin
(pisang ukuran kecil berwarna kuning yang rasanya lembut dan legit).
“Wah kita berkumpul nih
dalam satu tempat....” kata si buah apel sambil melihat-lihat jenis-jenis teman
disampingnya.
“Sayang sekali kok
nggak di bedakan tempatnya ya sama Bik Inah. Harusnya buah-buahan mahal dan
cantik seperti aku dibedakan tempatnya.” si apel melanjutkan bicaranya dengan
sombong.
“Kita ini sama kok,
sama-sama buah yang mengandung vitamin dan baik untuk kesehatan manusia..”
jawab salak.
“Iya sih. Tapi asal
kita kan tidak sama. Aku, pear, jeruk mandarin dan anggur merah berasal dari
luar negri... tau nggak? luar negri itu jauuuh. Kami di petik dan diterbangkan
ke banyak tempat dunia karena kelezatan kami yang luar biasa“ cerita apel makin
pongah.
“Dulu pada zaman
raja-raja di negri padang pasir. Aku selalu jadi hidangan yang disukai raja lho
“sambung si anggur merah menceritakan bahwa dirinya menjadi buah yang zaman
dahulu menjadi kesukaan raja raja Arab. Dia ikut-ikutan si apel membanggakan dirinya.
Apel tertawa lebar.
Sementara pisang ulin yang asalnya dari kampung jawa dan asli Indonesia
menunduk sedih. Ia merasa memang tak pantas berada dalam satu keranjang bersama
mereka para buah-buahan mahal. Yang sepertinya punya cerita hebat dan patut untuk
dibanggakan.
“Nah sekarang dengarkan
ceritaku... !!” sambil batuk-batuk kecil Si buah pear minta didengarkan.
“Kalian tahu kan kalau
aku adalah buah yang banyak mengandung air. Sangat menyegarkan, menyehatkan dan
kata dokter-dokter yang kerja di laboratorium itu daging buahku sangat bagus
untuk menghaluskan kulit“ cerita pear kerena kemarin sempat mendengar
perbincangan Bik Inah dengan temannya yang suka baca majalah.
“Dan lagi buah seperti
aku ini nggak dijual di sembarang tempat. Dijual di supermarket dan toko buah
yang bagus. Beda dengan kalian yang bisa dibeli di pasar pinggir jalan
hehehe..”
Pisang ulin semakin
sedih. Kalau saja bisa meloncat ia ingin keluar dari tempat itu.
“Aku juga hebat lho.
Asalku dari negri china. Negrinya para pendekar jago kungfu hehehe..” jeruk
mandarin tak mau kalah.
“Lihat itu salak.... !!
sering dengar cerita kan kalau kebanyakan makan salak bisa susah buang air
besar. Buang air besar jadi sakit sampai nangis nangis...” si apel kini bukan
hanya sombong. Dia mulai menghina dan mencari-cari kejelekan kawannya.
Salak masih tersenyum
mendengar perkataan apel.
“Semua makanan kalau
kebanyakan pasti tidak baik. Begitu juga kebanyakan makan apel bisa membuat
mencret” apel cemberut mendengar jawaban salak.
Ssssst... semua diam.
Meja makan sudah ditata
rapi oleh Bik Inah. Semua makanan diletakkan di meja. Nasi, sayur asem, pepes
ikan lele, ayam goreng tepung, urap-urap daun singkong, dan setoples kerupuk.
Tak ketinggalan pula sekeranjang buah-buahan segar.
“Tamunya sudah datang
Bu “ kata Bik Inah. Ibu Ratih segera
keluar menyambut tamu yang ditunggunya. Faiz mengikutinya dengan riang.
Om dan tante Faiz dari
surabaya datang bersama anak-anaknya. Aldo dan Aldi. Dua kakak adik itu
langsung berhambur memeluk Faiz. Mereka tertawa sangat gembira karena lama
tidak bertemu.
“Nanti kita main di
kolam lele ya. Kita mancing rame-rame...” kata Aldo. Dia selalu kangen bermain
di kolam lele belakang rumah pamannya itu. Bersama Faiz dan sepupu-sepupunya
yang lain.
“Iya.. aku sudah
siapkan pancingnya..” jawab Faiz.
Kemudian mereka masuk
kedalam rumah. Duduk diruang tamu. Ayah, ibu, paman dan bibi
berbincang-bincang. Sementara Faiz, Aldo, dan Aldi berlari ke belakang rumah.
Liburan kali ini
rencananya Aldo dan Aldi akan menginap beberapa hari di jombang. Kampung tempat
tinggal pamannya yang sejuk.
“Aldo... Aldi... kita
makan dulu yuk. Kesini semua..!!” panggil Ibu di belakang. Sebentar kemudian
ketiga anak itu berlari menuju ruang tengah. Tempat hidangan sudah disediakan.
“Aku mau pepes lelenya
Bi...” kata Aldo.
“Iya ini dimakan, nggak
pedes kok Bik Inah masaknya “
“Asyiiik...” teriak
Aldi.
Mereka menikmati makan
siang dengan lahap. Pepes lele ternyata lebih banyak disukai bersama sayur
asem.
“Jangan lupa
buahnya...” Ibu Ratih mempersilahkan.
“Waaah aku paling suka
dengan ini Mbak, di surabaya jarang ada lho...” kata Om Wawan. Mengambil pisang
ulin kemudian memakannya dengan lahap.
“Aku juga mau, sudah
agak bosen dengan buah-buah impor.... “ tante Widya ikut-ikutan mengambil
pisang ulin. Aldo dan Aldi pun tak mau ketinggalan ikut mengambil.
“Hmmm.. nyam nyam,
memang enak pisang unyil ini ya Faiz “
“Itu namanya pisang
ulin Do.. bukan pisang unyil “ Faiz menerangkan.
“Bentuknya kecil sih..
lucu..” jawab Aldo sambil tertawa.
“Di belakang masih
banyak, nanti buat oleh-oleh Papa dan mama kalau pulang “ cerita Bu Ratih.
“Tapi disisain buat
disini ya Bulek. Aldi kan mau menginap disini “ ucap Aldi khawatir kehabisan
pisangnya karena dibuat oleh-oleh semua. Yang mendengarnya tertawa.
“Jangan khawatir Aldi,
yang matang di pohon belum dipetik juga masih ada kok “ Faiz kembali
menerangkan. Aldi tersenyum girang.
“Hmm salaknya juga
manis sekali “ tante Widya ganti menikmati salak pondoh yang disuguhkan.
Setelah menikmati makan
siang dan berbincang-bincang. Om Wawan dan tante Widya mohon pamit.
“Jangan nakal ya selama
disini. Papa akan menjemput lima hari lagi...” setelah mencium dan menasehati
dua anaknya tante Widya pun pulang. Aldo, Aldi dan Faiz segera berlarian menuju
lapangan bola di dekat sawah. Tempat banyak anak-anak lain kumpul bermain bola
dan gobak sodor. Meskipun Aldo dan Aldi dalam setahun hanya dua atau tiga kali
menginap dikampungnya Faiz. Tapi mereka cukup akrab dan diingat oleh
teman-teman sekampung Faiz.
Rumah kembali sepi. Bik
Inah mencuci piring-piring yang kotor. Dan Bu Ratih membersihkan meja makan.
Yang dimakan oleh
tamunya hanya pisang ulin dan salak pondoh. Sementara apel merah dan pear hanya
digigit sedikit oleh anak-anak kemudian digeletakkan di meja. Buah-buahan itu
kembali dimasukkan dalam kulkas. Kecuali apel merah dan pear. Kedua buah itu
diletakkan di dapur.
Menjelang senja.
Anak-anak pulang dari lapangan.
Terdengar tangisan dari
dapur.
“Hiks.. hiks... “ apel
dan pear menangis tersedu-sedu. Menyesal atas kesombongan mereka.
*** *** ***
Binta almamba
aku suka banget baca cerita anak <3
BalasHapusselamat ya :)
makasih mbak yuniar :)
HapusTerima kasih...tahniahhhh
BalasHapuskurang banyak kak cerita tentang buahnya yang bercakap bercakap
BalasHapus